RUU PDP Belum Rampung, Ekonomi Digital Bisa Macet

Akbar Evandio
Selasa, 24 Agustus 2021 | 18:56 WIB
Ilustrasi kejahatan siber./Reuters-Kacper Pempel
Ilustrasi kejahatan siber./Reuters-Kacper Pempel
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat keamanan siber dari Vaksincom Alfons Tanujaya menyebutkan masih belum rampungnya Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi akan menghambat penetrasi ekonomi digital Indonesia.

Dia mengatakan, kebutuhan payung hukum yang tidak kunjung selesai memang menjadi keprihatinan bagi seluruh pihak karena tidak menghalangi perlindungan terhadap eksploitasi data pribadi pengguna internet Indonesia.

“Sedangkan, perangkat hukum yang ada harus dioptimalkan untuk melindungi pengguna internet Indonesia yang kian deras di kemudian hari,” ujarnya, Selasa (24/8/2021).

Lebih lanjut, dia menjelaskan dengan adanya UU PDP justru pengelola data akan lebih bertanggung jawab karena sudah jelas rambu-rambu mana saja yang melanggar dan pengambil keputusan juga bisa mendapatkan informasi yang jelas atas kebijakan.

Selain itu, biaya dan usaha apa saja yang harus dikeluarkan sehubungan dengan pengelolaan data akan lebih tertata dan terpantau. Namun, tanpa kehadiran UU PDP maka hal ini masih menjadi abu-abu dan cenderung dilanggar karena belum ada peraturan yang jelas mengatur hal ini.

Alfons mencontohkan, China melalui Kongres Nasional Rakyat telah mengesahkan UU Perlindungan Data Pribadi pada Jumat (20/8/2021). Adapun, UU tersebut mengatur tentang larangan dalam mengumpulkan, menggunakan, memproses, mentransmisi, mengungkap, dan menjual data pribadi.

Sebelumnya China belum memiliki undang-undang yang mengatur secara spesifik tentang pengumpulan dan penggunaan data pribadi. Bahkan kasus data pribadi ditangani dengan menggunakan undang-undang yang sudah ada sebelumnya.

Tidak hanya itu, dia melanjutkan perusahaan mana pun di China yang secara ilegal mengelola data pribadi, layanannya akan diberhentikan sementara hingga diputus aksesnya. Dan bagi yang menolak untuk memperbaiki sistemnya akan dikenakan denda hingga 1 Juta Yuan atau setara Rp2,2 miliar.

“Apa yang dilakukan China menurut hemat saya bertujuan untuk melindungi pengguna aplikasi dari penyalahgunaan dan eksploitasi data yang memang jadi dimiliki oleh penyedia layanan seperti e-commerce atau ride hailing,” ujarnya.

Senada, Global Chief Economist, the Economist Intelligence Unit (EIU) Simon Baptist mengatakan ada sejumlah tantangan yang mesti dihadapi jika menyasar pasar Indonesia yaitu regulasi data.

Menurutnya, investasi infrastruktur data atau cloud di Indonesia akan besar jika didukung regulasi. Adapun, hingga saat ini pemerintah dan DPR masih mengkaji Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP).

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Akbar Evandio
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper