Satelit Lapan Ikut Awasi Bansos, Data Valid Jadi Tantangan

Leo Dwi Jatmiko
Senin, 23 Agustus 2021 | 16:44 WIB
Pekerja mengemas paket bantuan sosial (bansos) di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Pemerintah menyalurkan paket bansos masing-masing sebesar Rp600 ribu per bulan selama tiga bulan sebagai upaya untuk mencegah warga tidak mudik dan meningkatkan daya beli selama pandemi COVID-19 kepada warga yang membutuhkan di wilayah Jabodetabek./ANTARA FOTO-M Risyal Hidayat
Pekerja mengemas paket bantuan sosial (bansos) di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Pemerintah menyalurkan paket bansos masing-masing sebesar Rp600 ribu per bulan selama tiga bulan sebagai upaya untuk mencegah warga tidak mudik dan meningkatkan daya beli selama pandemi COVID-19 kepada warga yang membutuhkan di wilayah Jabodetabek./ANTARA FOTO-M Risyal Hidayat
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Menghadirkan data valid dan terbaru di lapangan menjadi hambatan yang harus dilewati, jika Kementerian Sosial ingin memanfaatkan satelit milik Lapan untuk mengawasi distribusi bantuan sosial atau bansos.

Ketua Program Studi Magister Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward mengatakan untuk dapat mengawasi bantuan sosial agar tepat sasaran dengan menggunakan satelit milik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) membutuhkan dukungan data yang valid dan terbarukan.

Tanpa ada data yang akurat - seperti kordinat dan letak rumah - dan baru, teknologi satelt milik Lapan pun tak dapat berkutik.

“Perlu sumber daya manusia yang didedikasikan untuk hal ini, agar datanya valid dan update secara menyeluruh,” kata Ian, Senin (23/8/2021).

Sementara itu, Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Muhammad Ridwan Effendi berpendapat penggunaan teknologi ini untuk pengawasan bansos belum tepat saati ini.

Dia khawatir ongkos pencitraan satelit akan lebih mahal dari bansos itu sendiri. Sayangnya, Ridwan tidak menyebutkan perkiraan ongkos tersebut.

“Ongkos mahal berasal dari ongkos berbagi gambar dari satelit pencitraan yang punya presisi tinggi untuk diolah aplikasi berbasis kecerdasan buatan,” kata Ridwan.

Hakikatnya, kata Ridwan, Google menyediakan data gratis citra satelit untuk kondisi 1 tahun ke belakang, tetapi datanya tidak sempurna dan tidak tersedia untuk semua titik.

“Lagi pula berbahaya dari sisi keamanan negara [jika menggunakan Google]” kata Ridwan.

Sebelumnya, dalam rangka pembenahan data dan pemantauan penerima bansos, Kementerian Sosial bekerja sama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) guna memvalidasi data penerima bansos.

Dengan kerja sama tersebut, kata Menteri Sosial Tri Rismaharini, Kemensos bisa mengecek langsung kondisi penerima bansos. Kemensos dapat mengetahui posisi dan kondisi rumah. Dengan cara itu maka dapat diketahui apakah bansos tepat sasaran atau tidak dengan merujuk pada kondisi rumah penerima.

Sekadar informasi, Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran untuk perlindungan sosial dan bantuan sosial senilai Rp427,5 triliun pada 2022, turun 12,4 persen dibandingkan dengan 2021 yang mencapai Rp487,8 triliun pada 2021.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper