Bisnis.com, JAKARTA – Rencana penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) grup GoTo yang merupakan hasil merger Gojek dengan Tokopedia, serta startup Bukalapak dianggap tepat untuk dilakukan pada tahun ini.
Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Bima Laga mengatakan keputusan untuk melantai di bursa pada tahun ini tentunya sudah dipikirkan secara matang. Meskipun kasus Covid-19 di Indonesia kian meningkat hingga menyentuh angka 2 juta, tetapi dia meyakini lanskap kompetitif pasar platform e-commerce besar di Indonesia justru makin sengit.
“Kedua manajemen pasti sudah melakukan riset untuk menentukan waktu yang tepat mengambil keputusan sepenting IPO. Kami pikir, Covid-19 tidak menjadi alasan untuk menunda IPO. [Bahkan], bisa jadi ini akan menjadi landasan makin berkibarnya ekonomi digital Indonesia, khususnya bisnis e-commerce di Tanah Air,” ujarnya, Rabu (23/6/2021).
Dia melanjutkan, perkembangan bisnis e-commerce di Indonesia memang sangat menarik. Meskipun Indonesia memiliki banyak platform, tetapi setiap e-commerce sudah mempunyai konsumennya masing-masing. Sehingga saat melantai nanti, kedua unikorn tersebut sudah memiliki pasarnya masing-masing.
“Jadi keduanya sangat mungkin untung dengan entitasnya tersebut. Dan kami tentu berharap, dengan melenggangnya mereka ke lantai bursa, bisa membawa keuntungan yang optimal bagi konsumen dan perkembangan ekonomi digital di Indonesia,” katanya.
Co-Founder & Managing Partner Ideosource Venture Capital dan Gayo Capital Edward Ismawan Chamdani mengatakan terdapat ragam pihak yang diuntungkan dengan melantainya kedua unikorn tersebut di bursa. Salah satunya, konsumen karena dana yang didapatkan akan terpakai untuk perluasan jangkauan pemasaran dan penambahan fitur layanan.
“Untuk yang diuntungkan tentunya capital market investor, private investors, retail investors dan tentunya para founder-nya sendiri. Alasannya sederhana, mereka akan memperoleh liquidity investment pada saat belum melantai, dan capital gain pada saat [kedua unikorn] melantai,” ujarnya.
Edward melanjutkan, pasar modal tengah menyambut saham perusahaan teknologi belakangan ini dengan sangat baik, sehingga wajar bila para unikorn berlomba mengambil momentum tersebut.
“Presedence di bursa Amerika dengan saham SEA yg terus meningkat juga ikut membantu sentimen di lokal, mengingat peran Indonesia berkontribusi cukup besar ke pendapatan SEA,” katanya.
Adapun, startup berbasis dagang elektronik Bukalapak berencana melantai di bursa saham dengan mengincar dana hingga US$800 juta, atau Rp11,2 triliun dan menurut dokumen Mini Public Expose Bukalapak, Perusahaan akan melepas sebanyak-banyaknya 25 persen dari total modal yang disetor dan ditempatkan.
Sementara, Grup GoTo telah memberi sinyal bahwa perusahaan akan masuk ke bursa saham sebelum akhir 2021. Dalam keterangan resminya, perusahaan mengklaim memiliki valuasi mencapai US$18 miliar. Valuasi tersebut berdasarkan putaran penggalangan dana Gojek pada 2019 dan Tokopedia pada awal 2020.
Berdasarkan laporan Google, Temasek, dan Bain, transaksi bruto (gross merchandise value/GMV) e-commerce di Asia Tenggara diprediksi melonjak 63 persen secara tahunan (yoy) menjadi US$62 miliar pada 2021 dan naik 23 persen menjadi US$72 miliar pada 2025.