DPR: Pengesahan UU Perlindungan Data Pribadi Molor Lagi

Akbar Evandio
Kamis, 6 Mei 2021 | 19:32 WIB
Ilustrasi kejahatan siber./Reuters-Kacper Pempel
Ilustrasi kejahatan siber./Reuters-Kacper Pempel
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Pengesahan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) diprediksi mundur. Padahal, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memperkirakan regulasi ini bisa terbit sebelum Lebaran, setelah tertunda beberapa kali.

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Bobby Adhityo Rizaldi mengatakan alasan dari mundurnya pengesahan dari Undang-Undang yang berfokus melindungi data pribadi masyarakat lantaran belum ada penjadwalan sidang lanjutan dari Badan Musyawarah (Bamus) karena terpotong waktu reses.

Sekadar catatan, waktu reses masa persidangan III tahun sidang 2020-2021 terhitung mulai 11 Februari –7 Maret 2021, di mana reses merupakan waktu bagi anggota DPR bertemu dengan konstituen guna menjaring aspirasi masyarakat.

“Iya, belum ada penugasan dari Bamus DPR ke Komisi 1 untuk melanjutkan pembahasan dengan pemerintah untuk RUU PDP. Namun, sedang diupayakan agar Senin [10 Mei 2021] bisa dijadwalkan untuk rapat dengan pemerintah, melanjutkan pembahasan mengenai pasal-pasal yang merubah substansi,” kata Bobby, Kamis (6/5/2021).

Bobby melanjutkan, hal utama yang belum disepakati bersama adalah kelembagaan otoritas pengawas data pribadi, di mana pemerintah belum memberikan usulannya dan kelembagaan tersebut tidak ada di draft RUU awal.

“Progres lain hak subyek data, kewajiban pengendali data, sanksi, dan lainnya akan selesai dengan cepat, bisa dalam 1 hari, bila hal prinsip diatas segera disepakati. Karena aturan teknis di bawah RUU itu, harus jelas merujuk ke lembaga mana, sedangkan tupoksi lembaga otoritas belum ditetapkan,” tuturnya.

Menurutnya, apabila kelembagaan otoritas pengawas diterapkan seperti Singapura dan Malaysia yang mana pemerintah dikecualikan dari legislasi PDP. Sedangkan, di Regulasi Umum Perlindungan Data Uni Eropa (EU- GDPR), legislasi PDP mengatur juga lembaga pemerintah atau sebagai otoritas independen, maka hal tersebut bisa menjadi opsi untuk mempercepat rampungnya UU.

“Bila seperti Singapura, Malaysia, di mana pengawas di bawah kementerian atau apabila seperti di Uni Eropa/Amerika Serikat yang mana adalah otoritas independen. Ini pilihan saja, agar sinkron dan harmoni, tinggal mana yang disepakati bersama pemerintah dan DPR,” kata Bobby.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Akbar Evandio
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper