Bisnis.com, JAKARTA – PT XL Axiata Tbk. (EXCL) berharap pemerintah mengukur kembali kebutuhan frekuensi suatu perusahaan pascamerger, mengingat frekuensi merupakan sumber daya alam yang terbatas.
Presiden Direktur & CEO XL Axiata Dian Siswarini mengatakan keputusan untuk menarik atau tidak menarik frekuensi pascamerger merupakan wewenang pemerintah.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), berhak untuk memutuskan kepemilikan spektrum frekuensi dua perusahaan yang melebur.
Dia pun berharap dalam menyikapi merger operator seluler, pemerintah mengukur ukuran dari dua perusahaan yang bersatu, dengan jumlah frekuensi yang digunakan, sebagaimana yang dilakukan pemerintah saat XL merger dengan Axis pada 2014.
“Kenyataannya dahulu, kami diminta kembalikan [frekuensi] itu saja. Sekarang kami tidak tahu posisi pemerintah seperti apa. Menurut saya pemerintah seharusnya bisa mengukur untuk operator sebesar ini seperti apa,” kata Dian di Depok, Senin (5/4/2021).
Sekadar informasi pada 2014, saat XL merger dengan Axis, keduanya mengembalikan izin pita spektrum frekuensi radio selebar 2x10 MHz di pita frekuensi 2,1 GHz yang saat itu digunakan untuk 3G. Alhasil, XL-Axis memiliki frekuensi 3G sebanyak 15 MHz, di 900 MHz selebar 7,5 MHz, dan di 1.800 MHz selebar 22,5 MHz.
Setelah dicabut, pemerintah melakukan penataan ulang frekuensi pada pita 2100 MHz. Saat itu gabungan keduanya menghasilkan sebuah perusahaan dengan jumlah pelanggan mencapai 65 juta pelanggan.
Saat ini PT Hutchison 3 Indonesia dan PT Indosat Tbk. (ISAT) dalam jalur untuk melebur. Keduanya masih melakukan pengkajian terhadap nilai masing-masing perusahaan.
Tri mengeklaim hingga Maret 2021 memili pelanggan sebanyak 39,8 juta pelanggan. Untuk melayani para pelanggan, Tri menggunakan spektrum frekuensi sebesar 2x25MHz yang terdapat di pita 1800MHz dan 2100MHz.
Sementara itu Indosat mengeklaim hingga 2020 telah melayani 60,3 juta pelanggan, dengan menggunakan spektrum frekuensi sebesar 2x47,5MHz.
Sebelumnya, Kemenkominfo menyampaikan operator yang ingin mengalihkan spektrum frekuensi ke operator lain harus menaati sejumlah peraturan yang terdapat di peraturan pemerintah No.46/2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran. Salah satunya perihal persaingan usaha yang sehat.
Dirjen SDPPI Kemenkominfo Ismail mengatakan dalam mengukur sebuah persaingan sehat – sebagai salah satu prinsip pengalihan spektrum – Kemenkominfo memiliki sejumlah parameter.
Parameter tersebut antara lain, Herfindahl-Hirschman Index (HHI) dan laporan kinerja operasional (LKO) yang disampaikan operator ke Kemenkominfo.
“Dari data-data di laporan tersebut kondisi persaingan dapat diukur,” kata Ismail.
Sementara itu, Analis Kebijakan Ahli Madya Kemenkominfo Adis Alifiawan mengatakan setiap tahun operator memberikan laporan kepada Ditjen SDPPI untuk evaluasi optimalisasi penggunaan spektrum frekuensi.
Sejumlah data yang disampaikan dalam laporan - yang menjadi bahan evaluasi untuk pengalihan spektrum - umumnya berkaitan dengan data-data yang termuat pada PP no.5/2019 tentang Optimalisasi Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio.
Data-data misalnya seperti kondisi industri di pita spektrum bersangkutan, nilai ekonomis spektrum, utilitas penggunaan spektrum, kemampuan pembayaran BHP, persaingan usaha sektor industri, dan lain sebagainya.
Selain menjunjung prinsip persaingan usaha yang sehat, kata Adis, untuk mengalihkan spektrum frekuensi dalam kasus konsolidasi operator seluler, operator juga perlu menaati sejumlah peraturan yang terdapat di PP no.46/2021 tentang Postelsiar pasal 55 – 57.
“Agar lebih komprehensif,” kata Adis.
Untuk diketahui, pasal 55-57 memuat banyak hal mengenai pengalihan spektrum frekuensi. Operator yang hendak mengalihkan spektrum harus terbebas dari kewajiban pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak dan telah memenuhi kewajiban pembangunan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi paling sedikit 50 persen dari seluruh kewajiban pembangunan 5 tahunan.
Pengalihan hak penggunaan spektrum mengakibatkan, IPFR dicabut dari pemegang izin penggunaan spektrum dan ditetapkan kepada penerima pengalihan hak penggunaan spektrum.
Pengalihan hak penggunaan spektrum wajib mendapatkan persetujuan dari Menteri berdasarkan hasil evaluasi. Menteri mengawasi pelaksanaan pengalihan.
Jika terdapat ketidaksesuaian atas prinsip maka penyelenggara Telekomunikasi yang melakukan pengalihan hak penggunaan spektrum frekuensi radio dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis dan pencabutan persetujuan pengalihan hak penggunaan spektrum frekuensi radio.