Bisnis.com, JAKARTA – Twitter mulai menguji fitur belanja daring mereka, sehingga platform ini tak sekadar menjadi sarana berbagi tetapi menjadi ladang mengais rezeki. Adapun strategi ini telah lebih dulu diterapkan oleh Google, TikTok, serta Facebook berikut anak usahanya Instagram dan WhatsApp.
Ketua Umum Asosiasi Startup Teknologi Indonesia (Atsindo) Handito Joewono mengatakan langkah Twitter cukup terlambat bila dibandingkan dengan Google, Facebook, dan TikTok, tetapi makin menggeser peta kompetisi platform dagang elektronik (e-commerce) dan lokapasar daring ke depan.
“Para pemain lokapasar dan dagang-el jika tidak segera bebenah akan mengalami early disruption karena belum sempat mereka menikmati panen sudah kena disrupsi dari saudaranya [social commerce],” ujarnya saat dihubungi Bisnis.com, Kamis (11/3/2021).
Menurutnya, banyak pemain saat ini berada di zona nyaman sehingga cenderung menjadi platform yang relatif kurang aktif dan dinamis dibandingkan sosial media seperti Twitter, Facebook, dan lainnya.
Handito menilai bahwa ke depan dagang-el harus menata ulang model bisnisnya dan perlu berintegrasi dengan pemain social commerce tersebut.
“Dari pada menganggap sosial media sebagai lawan, lebih baik memberlakukannya sebagai kawan. Ada istilah jika tidak bisa dilawan ya dikawani saja," katanya.
Penyebabnya, Handito menilai secara jangka pendek memang tidak terlihat pengaruh yang signifikan, tetapi di jangka panjang akan terjadi perubahan peta bisnis dan memberikan pengaruh signifikan. Masyarakat akan makin terbiasa untuk berbelanja lewat media sosial.
Berdasarkan data McKinsey pada 2018 memperkirakan nilai pangsa pasar dagang-el mencapai US$40 miliar atau sekitar Rp589,44 triliun pada 2022 yang disumbang dari pertumbuhan masyarakat kelas menengah, akses internet, dan kepemilikan ponsel pintar.