Bisnis.com, JAKARTA – Pandemi Covid-19 menjadi penggerak sejumlah perusahaan bertransformasi ke digital, tak terkecuali perusahaan asuransi kesehatan sebagai perlindungan dan proteksi.
Beberapa perusahaan asuransi kesehatan pun perlahan mulai menerapkan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) untuk melayani para calon nasabah. Lantas seberapa besar manfaat kecerdasan buatan bagi calon nasabah dan perusahaan asuransi?
Ketua Bidang Aplikasi Nasional Masyakat Telematika Indonesia (Mastel) M. Tesar Sandikapura mengatakan kecerdasan buatan merupakan teknologi yang dapat meniru kecerdasan manusia.
Teknologi ini dapat melihat, mendengar, meresapi seluruh informasi dan menjadi pembelajaran bagi teknologi tersebut. Alhasil, nantinya jika teknologi ini sudah berkembang di industri asuransi, pengalaman yang dirasakan calon nasabah saat hendak membeli polis adalah pengalaman saat bertemu dengan agen asuransi.
“Bisa saja nanti agen asuransi digantikan perannya. Saat ini baru tahap awal dengan robot percakapan [chat bot]” kata Tesar kepada Bisnis, Jumat (11/3/2021)
Tesar menjelaskan pengalaman tersebut muncul karena kecerdasan buatan bisa memperoleh informasi dari manapun dan mengambil keputusan secara tepat dan cepat, sehingga proses penanganan keluhan hingga pembelian polis hanya butuh waktu singkat.
Keputusan akurat teknologi kecerdasan buatan diambil berdasarkan data-data yang berhasil dikumpulkan selama ini. Hal itu berasal dari pengalaman berinteraksi dengan nasabah dan calon nasabah, perilaku penggunaan internet dan sosial media oleh masyarakat.
Untuk diketahui, berdasarkan laporan Hootsuite dan We Are Social, jumlah pengguna internet di Tanah tidak pernah turun melainkan tumbuh melesat. Pada Januari 2021, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 202,6 juta pengguna, naik 15,5 persen dibandingkan dengan tahun lalu.
Pertumbuhan pengguna internet yang pesat ini telah terjadi sejak 3 tahun lalu. Pada 2017-2018, jumlah pengguna internet sekitar 132,7 juta, bertambah menjadi 150 juta pada Januari 2019, dan kembali bertambah menjadi 175,4 juta pada Januari 2020.
Sejalan dengan pertumbuhan pengguna internet, aktivitas masyarakat di media sosial – termasuk aplikasi pesan – jumlahnya juga terus bertambah. Berdasarkan data yang sama, diketahui pada Januari 2017, jumlah pengguna media sosial di Indonesia sekitar 106 juta.
Jumlah tersebut meningkat pesat menjadi 170 juta pengguna media sosial Januari 2021, yang berarti 61,8 persen dari populasi di Indonesia bermain media sosial.
Sistem kecerdasan buatan ini membaca perilaku masyarakat dalam menggunakan internet dan bersosial media. Parameter yang paling sederhana untuk mengetahui kerja teknologi ini.
Salah satunya adalah munculnya iklan secara tiba-tiba di tampilan rumah (home) saat kita membuka sebuah aplikasi media sosial, padahal kita tidak pernah melakukan pencarian nama produk tersebut.
“Itu bagian dari kecerdasan buatan tetapi bukan kecerdasan buatan yang sesungguhnya, karena the real kecerdasan buatan belajar sendiri, menganalisa sendiri dan menjadi cerdas seperti manusia,” kata Tesar.
Tesar berpendapat teknologi kecerdasan buatan yang diterapkan oleh perusahaan asuransi saat ini merupakan teknologi dasar karena calon nasabah masih perlu memasukan data secara manual dengan mengetik atau menyebut data yang diminta.
Kecerdasakan buatan ini masih sangat dapat dikembangkan untuk melayani layanan lain. Misalya, untuk penyaluran pinjaman. Data kemampuan seseorang dalam membayar premi atau kesehatan yang dimiliki yang telah dihimpun oleh perusahaan asuransi, dapat digunakan untuk mengukur skor kredit untuk pinjaman uang.
Tidak hanya itu, pengembangan kecerdasan buatan secara intensif juga bisa menggantikan manusia karena memiliki data yang lebih akurat. Akurasi manusia bisa bias karena ada hubugan dan perasaan
“Jadi akan menjadi seperti manusia sungguhan yang bisa di segala bidang. Tidak hanya satu bidang,” kata Tesar.
Sebelumnya, dalam acara diskusi daring publik yang digelar oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu mengatakan penggunaan internet sudah sangat luar biasa.
Perusahaan asuransi pun dituntut untuk beradaptasi dengan teknologi agar bisa mengedukasi masyaraka, sekaligus menjangkau calon nasabah lebih luas.
“Ada beberapa perusahaan asuransi jiwa sudah menggunakan robot dan kecerdasan artifisial dalam bagian layanan pelanggan (Customer Service) Jadi ke depan industri ini akan beradaptasi dengan era digital,” kata Togar.