Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) diharapkan bisa mengatur perencanaan penggelaran jaringan secara matang, agar percepatan pembangunan jaringan telekomunikasi tepat sasaran.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan dalam menghadirkan 4G di desa-desa dibutuhkan strategi dan implementasi yang jelas dan diawasi setiap harinya.
Menurutnya Kemenkominfo harus memiliki strategi awal yang matang. Penggelaran jaringan bukan hanya menjadi tanggung jawab Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti), melainkan operator telekomunikasi, mengingat setiap operator telekomunikasi memiliki lisensi modern.
Dengan lisensi modern tersebut, pemerintah bisa ‘menitipkan’ pembangunan wilayah yang kurang komersial ke operator telekomunikasi sebagai pengguna spektrum frekuensi.
“Kalau semua dikerjakan Bakti, akan berat karena Bakti harus lelang dan dikerjakan lagi pihak ketiga,” kata Heru kepada Bisnis.com, Sabtu (2/1/2021).
Heru menambahkan setelah masing-masing operator seluler mendapat bagian penggelaran jaringan, divisi manajemen proyek di Kominfo, melakukan pemantauan secara rutin untuk memastikan bahwa penggelaran telah dilakukan. Dengan cara tersebut, maka merdeka sinyal pada 2022, dia yakini dapat tercapai.
Heru mengatakan bahwa permasalahan mengenai merdeka internet seharusnya tuntas pada 2020. Penggelaran jaringan di 3.435 desa yang dilakukan Kemenkominfo bukanlah percepatan penggelaran jaringan namun antisipasi agar merdeka internet tidak mundur lebih lama lagi.
“Ini bukan soal ambisi tapi pelaksanaan janji yang sudah telat ditunaikan sehingga harus dengan sekuat tenaga diselesaikan dan dituntaskan,” kata Heru.
Sementara itu, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia (Moratelindo) menjelaskan penggelaran jaringan 4G di desa-desa membutuhkan dana yang cukup besar. Sebanyak 80 persen desa yang akan disalurkan 4G, menggunakan internet yang ditembakan dari satelit mengingat wilayah geografis yang jauh dan terpencil.
Biaya sewa kapasitas satelit berkisar Rp60-70 juta per desa/bulan. Artinya, dalam setahun jumlah yang harus dikeluarkan berkisar Rp720-840 juta per desa.