Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan perekonomian digital terbesar di Asia Tenggara. Nilai ekonomi digital Indonesia yang saat ini mencapai US$44 miliar diprediksi akan tumbuh hingga US$124 miliar di 2025.
Jumlah penduduk yang mencapai 268 juta jiwa menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020 menjadi salah satu katalis pertumbuhan tersebut. Belum lagi pertumbuhan kelas menengah yang dalam 3 tahun terakhir tumbuh 27 persen, dari 34 persen populasi menjadi 42 persen populasi pada 2020.
Oleh karena itu, perusahaan modal ventura global saat ini berlomba-lomba menanamkan modalnya di Indonesia melalui berbagai cara. Mulai dari penyertaan modal secara langsung pada perusahaan rintisan yang sudah berkembang hingga membina perusahaan rintisan baru yang dinilai potensial.
Salah satu perusahaan modal ventura yang menjadikan Indonesia sebagai satu negara tujuan ekspansinya adalah Sequoia Capital. Perusahaan modal ventura yang berbasis di India itu sejak 2014 tercatat sudah menanamkan modalnya ke beberapa perusahaan rintisan di Tanah Air termasuk raksasa teknologi berbasis aplikasi Gojek dan agen perjalanan daring (online travel agent/OTA) Traveloka.
Pandemi Covid-19 yang melanda dunia, tak menyurutkan semangat Sequoia Capital mencari perusahaan rintisan Indonesia yang akan disuntikkan modal atau dikembangkan melalui program Surge.
Sebagai catatan, Surge merupakan program percepatan untuk pengembangan perusahaan rintisan di India dan kawasan Asia Tenggara yang diinisiasi oleh Sequoia Capital. Program ini menyediakan modal usaha US$1 juta-US$2 juta untuk setiap perusahaan rintisan dan memberikan pelatihan atau lokakarya yang melibatkan pendiri dari sejumlah perusahaan terkemuka dunia.
Ingin tahu lebih lanjut mengenai rencana ekspansi Sequoia Capital dan pandangan perusahaan tersebut terhadap potensi ekonomi digital Indonesia, berikut adalah wawancara khusus Bisnis dengan Managing Director, Surge & Sequoia Capital India LLP. Rajan Anandan.
Bagaimana pandangan Anda terhadap potensi dari pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia sejauh ini?
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah berkembang menjadi pemimpin dalam ekosistem perusahaan rintisan di Asia Tenggara dengan basis konsumen digital native yang membantu percepatan transformasi teknologi. Dengan pandemi yang makin mempercepat adopsi digital di dunia, termasuk Indonesia. Kami berharap, ekosistem perusahaan rintisan di Indonesia akan memasuki sebuah fase baru , yaitu pertumbuhan yang lebih cepat dengan percepatan inovasi.
Lantas, sejauh mana pandemi Covid-19 mengubah ekosistem bisnis, terutama ekosistem perusahaan rintisan di dunia menurut Anda?
Di awal pandemi, kami melihat perusahaan-perusahaan yang berfokus dalam teknologi lebih berhasil dibandingkan dengan perusahaan yang hanya mengandalkan aktivitas luring. Tren ini sepertinya akan berlanjut dan mungkin didorong oleh adanya pergeseran permanen dalam perilaku konsumen.
Di Indonesia kami melihat beberapa perusahaan rintisan yang menarik di beberapa sektor, seperti pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), platform dagang el, teknologi finansial, pendidikan berbasis teknologi, dan merek-merek konsumen digital-first baru.
Kemudian yang menariknya lagi, pandemi Covid-19 tidak hanya mendorong timbulnya ruang-ruang baru yang berfokus pada teknologi, tetapi juga mengubah sektor-sektor yang dulunya luring seperti logistik dan kendaraan bekas. Otoklix, yang berbasis di Jakarta, merupakan sebuah contoh dari digitalisasi sebuah industri yang secara tradisional seluruhnya merupakan industri berbasis luring
Bagaimana dengan UMKM? Apa yang membuat Anda ikut melirik UMKM yang sebagian besar masih belum melek teknologi?
Karena adanya tren digitalisasi UMKM yang mulai muncul tahun ini. UMKM menjadi menarik karena mau tidak mau harus diakui merekalah sebagai tulang punggung perekonomian Asia Tenggara. Dengan potensi penciptaan produk dan layanan untuk jutaan UMKM di wilayah ini, inovasi dalam segmen ini akan terus berlanjut dalam beberapa tahun ke depan. Banyak perusahaan Surge dan Sequoia yang muncul di sektor ini seperti Khatabook dan Pagarbook (India), BukuKas, GudangAda dan Ula (Indonesia).
Apakah pertimbangan utama perusahaan Anda saat akan berinvestasi di suatu start-up? Sejauh ini sudah berapa banyak start-up yang didanai oleh Sequoia di dunia, baik secara langsung maupun melalui program Surge?
Kualitas tim pendiri, yang kami sebut sebagai kecocokan founder-market, adalah sangat penting. Kenapa ini merupakan tim yang tepat guna menjawab masalah ini, khususnya di pasar ini? Apa insight unik yang dimiliki tim untuk masalah yang mereka pecahkan?
Untuk perusahaan-perusahaan yang sudah didirikan, Surge mencari tanda-tanda awal kecintaan konsumen. Ini bisa lewat umpan balik pengguna awal, ulasan produk, pengukuran penggunaan produk, keterlibatan serta retensi pelanggan. Surge terus mencari para perusahaan rintisan dan entrepreneur yang mission-driven dan berfokus dalam membangun usaha yang besar dan berkelanjutan sejak pertama kali didirikan.
Peluang pasar merupakan sebuah faktor yang juga penting. Kami ingin bermitra dengan para pendiri ambisius yang menargetkan pasar-pasar besar, utamanya sejak pertama kali mereka mendirikan perusahaan rintisannya. Jika sebuah perusahaan memecahkan masalah pelanggan secara nyata untuk sebuah pasar yang bisa menjadi signifikan, kami dengan senang hati akan mendengar ide-idenya!
Sejauh ini sudah berapa banyak startup yang didanai oleh Sequoia di dunia, baik secara langsung maupun melalui program Surge?
Dalam waktu kurang dari dua tahun sejak diluncurkan, kami dengan Surge telah berevolusi ke dalam sebuah komunitas internasional yang terdiri dari lebih dari 150 pendiri di seluruh dunia. Saat ini, kami memiliki pendiri yang berada di Amerika Serikat, Belgia, India, Singapura, Vietnam, Indonesia, dan Australia.
Terkait dengan Pandemi Covid-19, apakah ada pertimbangan atau persyaratan khusus dari perusahaan rintisan yang akhirnya menjadi penentu sebelum Anda memutuskan untuk menanamkan modal?
Industri-industri berbasis luring, bergantung pada kehadiran fisik atau berfokus pada perjalanan, sangat terdampak pandemi ini. Meskipun ritel luring dan perjalanan domestik mulai memperlihatkan tanda-tanda pemulihan, masih jauh dari saat sebelum pandemi.
Perjalanan internasional, misalnya, akan memakan waktu lama untuk pulih, dan startup-startup di sektor ini sudah tutup atau beralih usaha. Beberapa yang beruntung bisa memperpanjang usaha mereka hingga 6-12 bulan ke depan.
Para investor dengan tujuan jangka panjang tentu saja akan lebih ketat dalam evaluasi mereka terhadap industri-industri ini. Perusahaan-perusahaan dengan teknologi sebagai inti mereka akan diposisikan lebih baik dalam meraih pendanaan di masa depan, hal ini merupakan sebuah kenyataan di sebagian besar industri.
Bagaimana dengan portofolio investasi Sequoia Capital di Indonesia? Ada beberapa banyak perusahaan rintisan dari Indonesia yang masuk dalam portofolio tersebut?
Ada sembilan perusahaan rintisan Surge yang berada di Indonesia atau dibangun untuk pasar Indonesia, yaitu Bobobox, BukuKas, Chilibeli, Storie, CoLearn, Hangry, Qoala, Rukita dan Otoklix. Adapun secara keseluruhan, saat ini, ada lebih dari 20 perusahaan rintisan yang merupakan bagian dari portofolio Sequoia dan Surge di Indonesia.
Sequoia India juga memiliki portofolio signifikan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Perusahaan ini merupakan salah satu firma global pertama yang masuk ke pasar ini dan merupakan mitra utama dari tiga unikorn terbesar Indonesia, yaitu Gojek, Tokopedia dan Traveloka. Baru-baru ini, tim ini juga bermitra dengan startup komersil B2B seperti GudangAda dan Ula, serta waralaba minuman Kopi Kenangan.
Sejak kapan Sequoia mulai melirik perusahaan rintisan dari Indonesia? Mungkin bisa dijelaskan bagaimana kiprah Sequoia hingga akhirnya hadir di Indonesia?
Investasi awal Sequoia Capital India di Indonesia adalah di Tokopedia (2014) dan Gojek (2015), dua perusahaan yang telah berkembang menjadi termasuk unikorn terbesar di Asia Tenggara saat ini. Entrepreneur generasi pertama dari unikorn-unikorn ini telah memuluskan jalan bagi sebuah gelombang pendiri baru yang bersedia mengambil risiko dan membuat perjalanan mereka sendiri.
Kemudian untuk program Surge yang sudah berjalan empat tahap, saat ini masih sangat awal, dan tim berharap akan melihat semakin banyak startup Indonesia menjadi bagian dari Surge di masa depan. Namun, yang jelas, komitmen kami pada ekosistem perusahaan rintisan di Asia Tenggara, khususnya Indonesia bersifat jangka panjang, dan tim ini sangat bersemangat akan berbagai kemungkinan di wilayah ini.