Bisnis.com, JAKARTA – Upaya pemerintah dalam mengulur tenggat waktu peluncuran Satelit Multifungsi Satria diyakini berjalan lancar. Proses diplomasi – khususnya dengan Amerika Serikat dan negara-negara Eropa – tak akan mendapat hambatan.
Ketua Program Studi Magister Teknik Elektro ITB, Ian Yosef M. Edward mengatakan Indonesia perlu memperkuat hubungan diplomasi dengan negara lain agar slot 146 derajat bujur timur (BT) dapat diselamatkan.
Dia meyakini bahwa proses diplomasi dengan negara lain akan berjalan lancar. Pasalnya, negara-negara lain –seperti Amerika Serikat dan Prancis – memiliki kepentingan di dalam proyek Satelit Multifungsi Satria.
Pemerintah menggunakan jasa SpaceX, yaitu perusahan luar angkasa swasta asal Amerika, sebagai kontraktor roket peluncur Satria. Sementara itu, Thales Alenia Space, perusahaan industri kendaraan antariksa asal Prancis, ditunjuk sebagai kontraktor Satelit Satria.
“Jika memilih satelit buatan Amerika Serikat, maka kemungkinan proses melobi dibantu Amerika, Eropa dan rekanannya,” kata Ian kepada Bisnis.com, Senin (23/11/2020).
Ian menambahkan pemerintah juga dapat menyewa satelit sementara untuk menyelamatkan orbit 146 BT milik Satria. Hanya saja, jika langkah tersebut yang ditempuh, pemerintah perlu memperhatikan landasan hukum kerja sama bisnis. Pemerintah baru pertama kali dalam sejarah menyewa satelit untuk menempati orbit tertentu.
Di samping itu, tantangan lainnya adalah mendorong pemilik satelit – yang akan disewa – untuk membangun pusat kendali di Indonesia.
“Penggunaan slot 146 BT ini mewajibkan pemilik satelit memiliki pusat kendali di Indonesia, bukan hanya landing right saja. Jika konsep ini dapat berjalan, akan memberikan dampak yang baik, karena ada slot Indonesia juga yg belum digunakan,” kata Ian.
Sebelumnya, Uni Telekomunikasi Internasional atau International Telecommunication Union (ITU) meminta pemerintah Indonesia melengkapi berkas-berkas yang dibutuhkan untuk perpanjangan tenggat waktu peluncuran Satelit Satria.
ITU menilai alasan perpanjangan waktu karena Covid-19, yang diajukan oleh pemerintah Indonesia, belum terlalu kuat.