Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) optimistis Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) akan membantu mendorong peningkatan pertumbuhan perekonomian nasional dan penciptaan banyak lapangan kerja baru.
Menristek Bambang PS Brodjonegoro berpandangan optimis UU Cipta Kerja ini akan membuat hilirisasi riset menjadi inovasi semakin mudah, cepat dan menarik. Nantinya bisa mendorong semangat berinovasi bagi para periset dan inovator, baik di lembaga penelitian dan perguruan tinggi di pusat dan daerah, meningkatkan kolaborasi dengan inventor.
"Dalam konteks riset dan inovasi, setidaknya ada dua manfaat yang dapat terwujud dari implementasi UU Cipta Kerja, yang pada gilirannya dapat membantu mendorong laju perekonomian," kata Bambang dalam siaran pers yang diterima, Rabu (14/10/2020).
Pertama, kemudahan hilirisasi riset menuju inovasi. Pada Pasal 120 UU Cipta Kerja mengubah beberapa ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No. 19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Perubahan terdapat pada Pasal 66 dimana Pemerintah Pusat dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN, selain untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum, juga untuk menghilirisasikan riset dan inovasi nasional.
Penugasan ini tentu dilakukan dengan tetap memerhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN serta mempertimbangkan kemampuan BUMN. Hal ini menegaskan bahwa UU Cipta Kerja akan memperkuat, mempercepat, dan mempermudah hilirisasi riset untuk menjadi inovasi. Ini merupakan bentuk dukungan riset dan inovasi terhadap dunia usaha.
Kedua, akselerasi hilirisasi riset dan inovasi di daerah. Pada Pasal 121 UU Cipta Kerja, yang mengupayakan bentuk dorongan partisipasi riset inovasi di daerah, hal ini menjelaskan bahwa pelaksanaan riset dan inovasi dapat bersumber dari berbagai alternatif sumber daya alam yang kaya dan manusia yang kompeten dan inovatif di daerah, tanpa meninggalkan kearifan lokal dan ditujukan untuk pengembangan inovasi, di mulai dari idea dari inovator individu.
UU Cipta Kerja ini juga sesuai dan mendukung ketentuan Pasal 48 dalam Undang-Undang No. 11/2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, yang mengatakan kegiatan litbangjirap (penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan) serta invensi dan inovasi, terintegrasi di daerah, sehingga pemerintah daerah dapat membentuk atau menugaskan institusi yang sudah ada untuk percepatan hilirisasi riset dan inovasi di daerah.
Artinya kedepan, Indonesia dapat mengidentifikasi berbagai sumber daya (alam dan manusia) yang lebih banyak, guna menghasilkan berbagai inovasi yang dapat bermanfaat bagi masyarakat dan industri nasional dan Internasional. Penegasan bahwa kegiatan riset dan inovasi, tidak hanya terbatas pada lembaga penelitian atau perguruan tinggi yang berada di pusat saja, tapi kegiatan riset dan inovasi dapat berasal dari daerah dan bahkan berasal dari inovasi individu.
Dengan kata lain manajemen riset dan inovasi bisa menjangkau daerah, baik sumber inovasi maupun pemakaian hasil inovasi itu sendiri.