Para Ilmuwan Temukan Metode Baru Untuk Mendisinfeksi Masker N95

Fransisco Primus Hernata
Senin, 28 September 2020 | 19:39 WIB
Masker N95
Masker N95
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Ketika pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia pada periode awal tahun ini, kekurangan peralatan pelindung seperti masker N95 membuat petugas kesehatan tidak memiliki banyak pilihan selain menggunakan kembali masker yang mereka miliki.

Tetapi hal tersebut meningkatkan risiko infeksi bagi mereka dan pasien mereka. Saat ini para peneliti menemukan cara agar masker N95 mereka dapat digunakan kembali untuk mengatasi permasalahan keterbatasan dari masker tersebut

Para peneliti dari Department of Energy's SLAC National Accelerator Laboratory, di Stanford University and the University of Texas Medical Branch menggunakan kombinasi panas yang sedang dan kelembapan dengan tingkat relatif tinggi, mendisinfeksi bahan masker N95 tanpa mengganggu kemampuan masker untuk menyaring virus.

Terlebih lagi, seharusnya tidak terlalu sulit untuk mengubah penemuan baru tersebut menjadi sistem otomatis yang dapat digunakan rumah sakit dalam waktu singkat dikarenakan prosesnya sangat sederhana, mungkin hanya perlu beberapa bulan untuk merancang dan menguji perangkat.

"Soal pasokan ini benar-benar sebuah masalah, jadi jika Anda dapat menemukan cara untuk mendaur ulang masker beberapa lusin kali, kita tidak akan mengalami kekurangan," Ujar Steven Chu yang merupakan seorang fisikawan Stanford, dan seorang penulis senior pada penelitian baru tersebut seperti dilansir Phsy.

"Bayangkan setiap dokter atau perawat memiliki koleksi pribadi hingga selusin masker. Kemampuan untuk mendekontaminasi beberapa masker ini saat mereka sedang istirahat akan mengurangi kemungkinan masker terkontaminasi virus COVID yang akan mengekspos pasien lain," tambah mereka.

Tim peneliti ini melaporkan hasil penelitian mereka pada 25 September di dalam jurnal ACS Nano

Dalam menghadapi kekurangan masker pada awal tahun ini, para peneliti mempertimbangkan sejumlah cara untuk mendisinfeksi masker tersebut untuk digunakan kembali, termasuk sinar ultraviolet, uap hidrogen peroksida, autoklaf, dan disinfektan kimiawi.

Masalahnya adalah banyak dari metode tersebut menurunkan kemampuan penyaringan masker N95, sehingga masker tersebut hanya dapat digunakan untuk beberapa waktu kembali.

Dalam penelitian baru tersebut, Steven Chu, serta Scott Weaver seorang ahli virologi dari University of Texas Medical Branch dan profesor Yi Cui dan Wah Chiu dari Stanford / SLAC serta rekannya memusatkan perhatian mereka pada kombinasi panas dan kelembapan untuk mencoba mendekontaminasi masker.

Bekerja di Pusat Referensi Dunia untuk Virus dan Arbovirus yang Muncul, yang memiliki tingkat biosafety untuk menangani virus yang paling menular, tim pertama-tama mencampurkan kumpulan virus SARS-CoV-2 dalam cairan yang dirancang untuk meniru cairan yang mungkin menyembur keluar dari mulut kita saat kita batuk, bersin, bernyanyi atau sekadar bernapas. Mereka selanjutnya menyemprotkan tetesan cairan tersebut pada selembar kain yang dilelehkan, bahan yang digunakan di sebagian besar masker N95, dan membiarkannya mengering. Dan pada proses akhirnya, mereka memanaskan sampel mereka pada suhu yang berkisar dari 25 hingga 95 derajat Celcius hingga selama 30 menit dengan kelembapan relatif hingga 100 persen.

Kelembaban dan panas yang lebih tinggi secara substansial mengurangi jumlah virus yang dapat dideteksi tim pada masker, meskipun mereka harus berhati-hati agar tidak terlalu panas, yang menurut tes tambahan dapat menurunkan kemampuan bahan untuk menyaring droplets pembawa virus. Titik yang tepat tampak pada suhu 85 derajat Celcius dengan kelembapan relatif 100 persen dan tim tidak dapat menemukan jejak SARS-CoV-2 setelah memasak masker dalam kondisi tersebut.

Hasil tambahan menunjukkan bahwa masker dapat didekontaminasi dan digunakan kembali sebanyak 20 kali dan proses tersebut bekerja pada setidaknya dua virus lain yaitu virus korona pada manusia yang menyebabkan flu biasa serta virus chikungunya.

Weaver mengatakan bahwa meskipun hasilnya tidak terlalu mengejutkan tetapi para peneliti telah lama mengetahui bahwa panas dan kelembapan adalah cara yang baik untuk menonaktifkan virus dan belum ada kebutuhan mendesak untuk analisis kuantitatif yang terperinci tentang sesuatu seperti dekontaminasi masker sampai sekarang. Weaver beranggapan data baru tersebut "memberikan beberapa pedoman kuantitatif untuk masa depan"

Dan bahkan setelah pandemi virus corona selesai, ada kemungkinan beberapa manfaat tambahan dari penelitian ini, sebagian dikarenakan penerapan metode yang bisa digunakan di luar SARS-CoV-2 serta virus lain, dan karena manfaat ekonomi dan lingkungan dari penggunaan kembali dari masker. "Semuanya bagus," kata Cui.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper