Ahli Prediksi Kapan Pandemi Berakhir Secara Matematika

Fransisco Primus Hernata
Kamis, 24 September 2020 | 18:15 WIB
Petugas medis bersiap memeriksa masyarakat di Michigan Health Professionals Covid-19 melalui fasilitas pengujian di Millennium Medical Group di Farmington Hills, Michigan, Amerika Serikat, Selasa (7/4/2020). Menurut data departemen kesehatan kota menunjukkan jumlah kasus virus corona yang dikonfirmasi dari Detroit terus meningkat lebih dari 5.500 pasien  dan 221 diantaranya meninggal. Bloomberg/Emily Elconin
Petugas medis bersiap memeriksa masyarakat di Michigan Health Professionals Covid-19 melalui fasilitas pengujian di Millennium Medical Group di Farmington Hills, Michigan, Amerika Serikat, Selasa (7/4/2020). Menurut data departemen kesehatan kota menunjukkan jumlah kasus virus corona yang dikonfirmasi dari Detroit terus meningkat lebih dari 5.500 pasien dan 221 diantaranya meninggal. Bloomberg/Emily Elconin
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Matematikawan telah mengembangkan kerangka kerja untuk menentukan kapan suatu daerah akan masuk dan keluar dari periode lonjakan infeksi Covid-19.

Kerangka ini, bisa menjadi alat yang berguna bagi pembuat kebijakan kesehatan masyarakat untuk membantu mengelola pandemi virus corona.

Penelitian pertama yang diterbitkan tentang infeksi Covid-19 gelombang kedua dari negara bagian AS, menunjukkan bahwa pembuat kebijakan harus mencari titik balik yang dapat dibuktikan dalam data daripada hanya melihat dari tingkat infeksi yang stabil atau menurun sebagai dasar dalam mencabut kebijakan pembatasan.

Matematikawan Nick James dan Max Menzies telah menerbitkan apa yang mereka yakini sebagai analisis pertama tingkat infeksi Covid-19 di negara bagian AS untuk mengidentifikasi titik balik dalam data yang menunjukkan kapan lonjakan dimulai atau berakhir.

Studi baru yang dibuat oleh matematikawan Australia tersebut, diterbitkan hari selasa (22 September) di jurnal Chaos, diterbitkan oleh American Institute of Physics.

"Di beberapa negara bagian yang memiliki kinerja buruk, tampaknya pembuat kebijakan telah mencari tingkat infeksi yang stabil atau sedikit menurun. Sebaliknya, pejabat kesehatan harus mencari maksimum dan minimum lokal yang dapat diidentifikasi, yang menunjukkan kapan lonjakan mencapai puncaknya dan ketika mereka terbukti selesai," ujar Nick James seorang Ph.D. mahasiswa di School of Mathematics and Statistics di University of Sydney seperti dikutip dari phys.org.

Dalam studi tersebut, kedua ahli matematika tersebut melaporkan metode untuk menganalisis jumlah kasus Covid-19 untuk bukti gelombang pertama atau kedua. Kedua penulis penelitian tersebut mempelajari data dari semua 50 negara bagian AS ditambah Distrik Columbia selama periode tujuh bulan dari 21 Januari hingga 31 Juli 2020. Mereka menemukan 31 negara bagian dan Distrik Columbia mengalami gelombang kedua pada akhir Juli.

Kedua ahli matematika tersebut juga telah menerapkan metode untuk menganalisis tingkat infeksi di delapan negara bagian dan beberapa wilaya di Australia menggunakan data dari COVIDlive.com.au. Meskipun analisis Australia belum ditinjau oleh sesama peneliti, namun ia menerapkan metodologi tinjauan sesama peneliti. Analisis tersebut dengan jelas mengidentifikasi Victoria sebagai pengecualian, seperti yang diharapkan.

"Apa yang ditunjukkan oleh data dari Victoria adalah bahwa kasus-kasus masih menurun dan titik balik dari minimum lokal belum terjadi," ujar Dr. Menzies. Dia mengatakan setidaknya dari perspektif matematika, Victoria harus "tetap berada di jalur".

Dr. Menzies, dari Pusat Ilmu Matematika Yau di Universitas Tsinghua di Beijing, mengatakan pendekatan mereka memungkinkan identifikasi secara cermat dari negara bagian AS yang paling berhasil dan paling tidak berhasil dalam mengelola Covid-19.

Hasilnya menunjukkan New York dan New Jersey bisa meratakan kurva infeksi secara menyeluruh pada akhir Juli hanya dengan satu lonjakan. Tiga belas negara bagian, termasuk Georgia, California dan Texas, mengalami lonjakan infeksi tunggal yang terus meningkat. Tiga puluh satu negara bagian mengalami lonjakan awal diikuti dengan penurunan infeksi diikuti oleh gelombang kedua. Negara bagian ini termasuk Florida dan Ohio.

"Ini bukan model prediksi. Ini adalah alat analisis yang akan membantu pembuat kebijakan dalam menentukan titik balik yang dapat dibuktikan dalam kasus infeksi Covid-19," katanya.

Methodologi

Metode ini memperhalus data hitungan kasus harian mentah untuk menghilangkan perhitungan angka rendah buatan selama akhir pekan dan bahkan beberapa angka negatif yang terjadi saat suatu daerah memperbaiki kesalahan. Setelah menghaluskan data, teknik numerik digunakan untuk mencari puncak dan turunan. Dari sini, titik balik dapat diidentifikasi. 

Dr. Menzies mengatakan analisis mereka menunjukkan bahwa pemerintah harus mencoba untuk tidak memperbolehkan kasus baru untuk terus meningkat, atau mengurangi kebijakan pembatasan ketika jumlah kasus hanya sekedar merata.

"Sebuah titik balik yang sebenarnya, di mana kasus-kasus baru secara sah mengalami penurunan dan tidak hanya menunjukkan fluktuasi yang stabil, harus diamati sebelum melonggarkan batasan apa pun."

Dia mengatakan bahwa analisisnya bukan hanya sekedar perhitungan matematika yang bagus, tetapi dengan menggunakan ukuran baru di antara kumpulan titik balik, studi ini juga membahas masalah yang sangat topikal: membandingkan data antar negara bagian.

James mengatakan bahwa penekanan secara agresif dari tingkat infeksi menuju tingkat minimum tampaknya cara terbaik untuk mengalahkan lonjakan kedua.

Puncak dan Turunan

Untuk menentukan puncak dan turunan, algoritma yang dikembangkan oleh para ahli matematika menentukan bahwa titik balik terjadi ketika kurva jatuh melonjak ke atas atau kurva naik berbelok ke bawah. Hanya urutan di mana amplitudo puncak dan palung berbeda dengan jumlah minimum tertentu yang dihitung. Fluktuasi dapat terjadi jika kurva mendatar untuk beberapa saat tetapi terus meningkat tanpa melalui penurunan yang sebenarnya, sehingga metode ini menghilangkan penghitungan palsu ini.

Kedua matematikawan dari Australia itu telah bersahabat selama 25 tahun. "Tapi tahun ini adalah pertama kalinya kami menangani masalah bersama," kata James.

James memiliki latar belakang statistik dan telah bekerja untuk perusahaan start-up dan hedge funds di Texas, Sydney, San Francisco, dan New York City. Sedangkan Dr Menzies adalah ahli matematika murni, menyelesaikan Ph.D. di Harvard pada 2019 dan sarjana matematika di University of Cambridge.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper