Bisnis.com, JAKARTA – MarkPlus Inc. melalui hasil survei terbarunya mengungkapkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia menambah penggunaan kuota internet seluler bulanan maupun menggunakan fixed broadband (wifi pribadi).
Associate Business Analyst MarkPlus, Inc. Sabrina Iryanti menjelaskan bahwa hasil survei per Agustus 2020 juga menjabarkan terdapat perbedaan penggunaan internet bagi masyarakat Jabodetabek dan non-Jabodetabek selama pandemi.
Dia menyebutkan bahwa 63,5 persen masyarakat Jabodetabek mengaku tidak menambah maupun mengurangi kuota internet seluler bulanan karena didukung oleh personal wifi yang sudah terpasang di rumah masing-masing.
“Sebelum pandemi 31,7 persen masyarakat Jabodetabek menghabiskan kuota internet seluler 5 sampai 10 gigabyte, saat pandemi jumlah kuota yang dipakai relatif sama karena 74,6 persen dari mereka menggunakan wifi,”paparnya dalam agenda daring 'MarkPlus Industry Roundtable', Jumat (4/9/2020).
Selain itu, survei yang melibatkan 111 responden ini mencatatkan bahwa kegiatan yang paling banyak menghabiskan kuota internet adalah telepon maupun video konferensi secara daring sebesar 36 persen untuk mendukung interaksi bekerja dan belajar yang dilakukan dari rumah. Diikuti oleh menonton video secara daring sebesar 35,1 persen dan bermain media sosial sebesar 22,5 persen.
Lebih lanjut, imbuhnya, 52,1 persen masyarakat non-Jabodetabek harus menambah pembelian kuota internet seluler selama pandemi dikarenakan 68,8 persen pengguna internet di wilayah tersebut belum memasang fixed broadband.
“Ketergantungan masyarakat non-Jabodetabek pada kuota internet seluler membuat 22,9 persen mereka mengkonsumsi kuota lebih dari 30 gigabyte hingga unlimited,” jelasnya.
Penetrasi fixed broadband di Indonesia menurut Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) Kristiono memang belum merata sehingga sangat wajar jika masyarakat di daerah lebih mengandalkan internet seluler karena wifi tidak tersedia.
“Permasalahannya penetrasi fixed broadband rendah sekali. Kalau terhadap populasi hanya sekitar 3 sampai 4 persen,” paparnya.
Selain persoalan penetrasi, ungkapnya, layanan fixed broadband juga menghadapi ketidakpuasan layanan dari sisi pelanggan khususnya dari kelas ekonomi atas atau segmen A.
Menurutnya, para pengguna dari segmen tersebut rela membayar lebih mahal untuk kualitas layanan yang diharapkan lebih baik karena seluruh aktivitas kini banyak dihabiskan di rumah.