Bisnis.com, JAKARTA -- TikTok belakangan ramai dibicarakan setelah pemerintah Amerika Serikat melarang penggunaan aplikasi asal China tersebut bagi seluruh pegawai federal.
Di Indonesia, pemerintah Indonesia pun tidak melepaskan kekhawatirannya dari aplikasi yang diproduksi oleh ByteDance tersebut.
"Ada tiga hal yang menjadi kekhawatiran," kata Juru Bicara Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Anton Setiawan kepada Bisnis, Minggu (26/7/2020).
Pertama, pengumpulan data pengguna yang sangat massif dan pengguna yang di luar kontrol.
Kedua, pembatasan akses terhadap umur pengguna yang tidak dilakukan dengan benar. "Sebagai contoh, dalam privacy policy di TikTok, seharusnya umur pengguna adalah minimal 21 tahun yang berlaku untuk Indonesia."
Ketiga, pembatasan terhadap isi konten yang cenderung melanggar tata susila/nilai-nilai budaya Indonesia.
Sebelumnya, Chief Information Security Officer TikTok Roland Cloutier mengatakan perusahaan selalu melakukan tinjauan lengkap, termasuk melibatkan pakar keamanan untuk menanggapi klaim terhadap masalah keamanan di TikTok.
"Sekali lagi, keamanan data pengguna merupakan prioritas bagi kami dan kami selalu bekerja sama dengan pakar dan perusahaan keamanan kelas dunia," ujar Cloutier kepada Bisnis, belum lama ini.
Perusahaan, lanjutnya, juga berkomitmen menjadikan TikTok sebagai platform aman dan nyaman yang selalu menginspirasi serta membawa kebahagiaan bagi pengguna.
Meski demikian, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menilai pemerintah harus membuat standar operasional prosedur (SOP) untuk pengecekan aplikasi sebelum digunakan dan memberikan pelayanan di Tanah Air.
"Kalaupun tidak, di awal ada monitoring dan evaluasi saat layanan diberikan kepada masyarakat. Kalau membahayakan tutup saja," kata Heru kepada Bisnis.
Selain itu, lanjutnya, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dapat bekerja sama dengan Kemenkominfo dan para pakar dalam hal pengawasan aplikasi dengan sanksi yang jelas dan tegas.