Bisnis.com, JAKARTA – Stabilitas dan kondusifnya, ekosistem perusahaan rintisan (startup) di Tanah Air dinilai bergantung kepada kemampuan setiap pemangku kepentingan dalam berkolaborasi.
Pengamat Ekonomi Digital Universitas Indonesia (UI) sekaligus Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi mengatakan dalam hal ini terdapat empat pemangku kepentingan yang perlu berkolaborasi, antara lain pelaku industri, universitas, pemerintah, dan komunitas.
"Saya melihat bahwa yang perlu diperhatikan bukan dari sisi pelakunya, tetapi multistakeholder agar kestabilan dari ekosistem dapat terjaga. Konsep ini diterapkan di Sillicon Valley," ujar Fithra kepada Bisnis, Senin (29/6/2020).
Dia menilai, masing-masing pihak harus melakukan penyamaan persepsi. Selama ini, lanjutnya, baik pemerintah, pelaku industri, dan universitas berjalan menuju arah masing-masing.
"Pemerintah ingin meregulasi, pelaku ingin fokus kepada bisnis sendiri, industri punya R & D sendiri yang terpisah, dan univesrsitas juga punya penelitian sendiri. Kurangnya kolaborasi hanya membuat pencapaian tersebut sekedar menjadi potensi," ujarnya lagi.
Selain itu, pandemi virus corona (Covid-19) dinilai menjadi momen yang tepat untuk mempertemukan kepentingan-kepentingan tersebut seiring dengan diupayakannya pemulihan ekonomi oleh pemerintah, di mana teknologi informasi dan komunikasi (TIK) merupakan instrumen utamanya.
Pemerintah, lanjutnya, harus memiliki inisiatif untuk memfasilitasi pemangku kepentingan di ekosistem startup. Meski demikian, keterbatasan untuk melakukan pertemuan fisik akibat Covid-19 menjadi tantangan dalam membangun kolaborasi tersebut. Pasalnya, dengna kondisi seperti saat ini sulit untuk menemukan chemistry antara satu pihak dengan yang lain.
Senada, Head of Corporate Communications Bukalapak Intan Wibisono mengatakan kunci dari keberlangsungan bisnis di era seperti ini adalah kolaborasi berbasis data dan inovasi yang berfokus untuk memberikan solusi bagi masyarakat.
"Contoh, kami baru saja meluncurkan lebih banyak produk virtual pada warung Mitra Bukalapak. Termasuk juga penyediaan layanan pembayaran pajak daerah secara online, yang bekerjasama dengan 4 provinsi di Indonesia (DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta).
Perusahaan juga melihat bahwa penyesuaian yang sigap dengan perubahan/tren/pola perilaku masyarakat, sambil tetap memperhatikan kepuasan pelanggan juga menjadi hal utama dalam menjaga tren positif ekosistem.
Diberitakan sebelumnya, ekosistem perusahaan rintisan di Jakarta berhasil menempati peringkat dua sebagai ekosistem terbaik dalam laporan terbaru Startup Genome berjudul The Global Startup Ecosystem Report 2020.
Dalam laporan yang diterima Bisnis, Senin (29/6/2020) tersebut, nilai ekosistem startup di Jakarta disebut mencapai US$26,3 miliar dan berhasil melahirkan lima perusahaan dengan valuasi lebih dari US$1 miliar dalam 10 tahun terakhir.
Sementara dari segi penadanaan tahap awal, dalam kurun waktu 2017-2018 perusahaan-perusahaan rintisan di Jakarta berhasil meraup US$845,9 juta.
Adapun, ekosistem startup di Jakarta berhasil meraup poin sempurna untuk 3 Dari 4 faktor yg menjadi indikator, yakni performa, pendanaan, dan jangkauan pasar. Sementara faktor talenta digital, masih menjadi kelemahan ekosistem startup di Jakarta.
Ekosistem sistem startup Ibu Kota kalah 1 poin dari Mumbai yang berhasil mendapatkan nilai 10 dan menduduki peringkat pertama.
Meski demikian, ekosistem startup di Jakarta mengungguli Mumbai dari segi valuasi. Adapun, valuasi ekosistem perusahaan rintisan di Jakarta berhasil menduduki peringkat pertama dunia, yakni mencapai US$26,3 miliar.
Nilai tersebut mengalahkan beberapa ekosistem lainnya, seperti Guangzhou (China) dengan nilai US$19,2 miliar, Kuala Lumpur (Malaysia) US$15,3 miliar, Mumbai (India) US$15 miliar, dan Nanjing (China) US$10 miliar.