AS Akan Investigasi Pengenaan Pajak Digital Di Indonesia

Rahmad Fauzan
Rabu, 3 Juni 2020 | 13:29 WIB
Gedung Putih di Washington DC, AS/Reuters-Jason Reed
Gedung Putih di Washington DC, AS/Reuters-Jason Reed
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Amerika Serikat (AS) melakukan investigasi formal terkait dengan penerapan pajak digital baru di beberapa negara, salah satunya Indonesia. AS khawatir pemajakan itu dilakuka secara tidak adil dengan hanya menargetkan perusahaan-perusahaan teknologi raksasa seperti Facebook.

Seperti dikutip dari BBC.com, Rabu (3/6/2020), dalam penyelidikan tersebut, AS akan melakukan pemeriksaan atas beberapa skema penerapan pajak di 10 wilayah yurisdiksi, termasuk Indonesia. Selain Indonesia, penyelidikan dilakukan di Austria, Brazil, Republik Ceko, Uni Eropa, India, Italia, Turki, Spanyol, dan Inggris.

Penyelidikan dilakukan oleh Negeri Paman Sam setelah sejumlah negara yang mulai mempertimbangkan penerapan pajak untuk layanan daring asal AS. Sejumlah negara sepakat, para perusahaan darng tersebut mengeluarkan biaya terlalu kecil kepada tiap negara tempat beroperasinya dan dinilai harus membayar pajak sesuai dengan aturan di masing-masing yurisdiksi tempat layanan mencari pundi-pundi.

Pihak AS mengatakan perihal penerapan pajak digital tersebut seharusnya disepakati di forum multilateral melalui Organization for Economic Co-operation and Development (OECD).

Namun, diskusi yang berlangsung di forum tersebut berjalan lambat sehingga banyak negara yang justru mengambil tindakan masing-masing.

AS sendiri tahun lalu pernah mengambil tindakan keras sebagai balasan terhadap pengenaan pajak digital 3 persen untuk setiap transaksi yang berlakukan di Perancis.

Negeri Paman Sam mengancam akan mengenakan tarif setara US$2,4 miliar untuk barang-barang asal Perancis, termasuk keju dan champagne, setelah penyelidikan serupa dilakukan oleh pemerintah Donald Trump.

Sebelumnya, pemerintah Indonesia mewajibkan  perusahaan penyedia platform digital yang menjual barang tak berwujud ke konsumen Indonesia wajib memungut dan menyetor PPN. Pemerintah telah menyiapkan sanksi berupa pemblokiran bagi para penjual, pemilik platform digital baik asing maupun domestik yang tidak patuh. 

Penegasan soal penunjukkan wajib pungut ini tampak dalam PMK No.48/PMK.03/2020 yang mengatur mekanisme penunjukkan pemungut, pemungutan & penyetoran PPN atas impor barang kena pajak (BKP) yang tidak berwujud atau intangible goods. Ketentuan ini bakal diterapkan mulai 1 Juli 2020.

Adapun, jika merujuk ke penjelasan beleid tersebut, ada tiga pihak yang bisa ditunjuk sebagai wajib pungut. Pertama, penjual barang atau jasa dari luar negeri. Penjual jasa dari luar negeri tersebut bisa ditetapkan sebagai wajib pungut jika menjualnya langsung ke konsumen domestik. 

Kedua, platform digital atau penyedia pasar digital. Ketiga, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) dalam negeri, jika produk digital dari luar negeri dijual di pasar domestik

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rahmad Fauzan
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper