WhatsApp & ICT Watch Sosialisasikan Literasi Privasi dan Keamanan Digital

Rahmad Fauzan
Senin, 18 November 2019 | 19:31 WIB
Ilustrasi WhatsApp./Bloomberg-Chris Ratcliffe
Ilustrasi WhatsApp./Bloomberg-Chris Ratcliffe
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - WhatsApp dan ICT Watch menyelenggarakan program Literasi Privasi dan Keamanan Digital yang diikutsertai oleh sebanyak 1.800 peserta yang akan diadakan di 5 wilayah, yaitu Jakarta, Cianjur, Aceh, Samarinda, dan Kupang.

Program yang didukung oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Siber dan Sandi Negara, Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi, dan Relawan TIK Indonesia tersebut bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai perlindungan data pribadi.

Sekretaris Jenderal Kemenkominfo Niken Widiastuti mengatakan melalui program bersama tersebut kementerian mengajak semua pemangku kepentingan untuk menyosialisasikan perihal perlindungan data pribadi kepada masyarakat dalam lingkup yang jauh lebih luas.

"Dan, apabila ada hal-hal yang mencurigakan masyarakat bisa mengadukan ke aduan konten di web Kemenkominfo. Nanti kami akan tindak lanjuti aduan konten yang negatif tersebut," ujar Niken di kantor Kemenkominfo di Jakarta, Senin (18/11/2019).

Direktur Kebijakan APAC WhatsApp Clair Deevy mengatakan program kerja sama dengan ICT Watch merupakan salah satu dari 3 hal yang menjadi fokus aplikasi perpesanan yang masih satu keluarga dengan Facebook tersebut.

Ketiga fokus tersebut, antara lain; mengedukasi pengguna internet, menangani penyalahgunaan aplikasi, dan bekerja sama dengan masyarakat sipil, di mana salah satunya adalah ICT Watch.

Dia melanjutkan WhatsApp juga meluncurkan beberapa hal baru guna mengurangi permasalahan yang menghantui pengguna internet di Indonesia, yakni keamanan data pribadi.

Adapun, WhatsApp melengkapi fitur-fiturnya dengan menghadirkan sistem otomatisasi yang memberikan pilihan kepada pengguna, yakni melaporkan dan memblokir, contohnya, seseorang tak dikenal yang mengirimkan pesan. 

Sebelumnya, upaya serupa dilakukan perusahaan dengan memberikan tanda: apakah suatu yang pesan diterima organik atau sudah diteruskan oleh si pengirim.

"Tahun lalu, kami ingin lebih transparan. Pesan yang Anda terima akan diberitahukan, [apakah] memang dari orang yang mengirim atau hasil pesan yang diteruskan. Oleh karena itu, kami memberikan tanda ketika sebuah pesan adalah hasil forward," ujar Deevy.

Upaya tersebut kemudian dikembangkan oleh WhatsApp dengan memberi batasan kepada pengguna untuk dapat meneruskan pesan maksimal hanya kepada lima grup.

WhatsApp juga memberikan tanda untuk pesan yang sudah diteruskan melebihi batas lima kali. Pesan yang memberi indikator kepada pengguna bahwa sumber pesan tersebut bukan dari teman atau saudara terdekat.

Adapun, berdasarkan data internal perusahaan, sampai dengan saat ini telah terjadi penurunan pesan yang diteruskan sebanyak 25%.

"Yang kami yakini adalah: dengan memberi pembatasan seperti itu kami bisa membantu menanggulangi penyebaran informasi yang keliru atau salah," lanjutnya.

Pekan lalu, Deevy dan Menkominfo Johnny Gerard Plate juga secara bersama-sama meluncurkan fitur baru di pesan WhatsApp, yakni sistem bagi pengguna agar mampu memilih kontak yang dapat menambahkan pengguna tersebut ke dalam suatu grup.

Adapun, dalam program edukasinya bersama dengan ICT Watch, WhatsApp melakukan sosialisasi mengenai penggunaan aplikasi untuk tujuan yang benar. WhatsApp dikatakan secara proaktif menyisir akun-akun palsu.

Hal yang sama, juga dilakukan oleh Pemerintah. Kemenkominfo memiliki saluran aduan konten yang dilengkapi dengan mode pemberitahuan. Data yang diperoleh dari saluran aduan tersebut sesegera mungkin akan diunggah.

Kekhawatiran ICT Watch

Bekerja sama dengan WhatsApp, pihak ICT Watch mengaku memiliki kekhawatiran terhadap perlindungan data pribadi di Indonesia.

Plt. Direktur Eksekutif ICT Watch Widuri mengungkapkan salah satu hal yang dikhawatirkan oleh pihaknya adalah keamanan data yang berkaitan dengan data kesehatan. Menurut Widuri, kebocoran perlindungan terhadap data kesehatan—fisik ataupun mental—dapat menimbulkan masalah diskriminasi.

"Itu yang dikhawatirkan sebenarnya ketika riwayat penyakit seseorang diketahui oleh orang lain. Mereka yang sering kali mendapat diskriminasi itu misalnya pengidap HIV/AIDS, lepra, atau penyakit apapun yang membuat seseorang pada akhirnya merasa terdiskriminasi," tuturnya.

Beberapa hal lain yang dikhawatirkan ICT Watch di antaranya adalah agama, kartu keluarga, dan buku nikah yang dianggap tanpa sadar kerap diekspos oleh pemiliknya sendiri.

Widuri menambahkan, berdasarkan temuan ICT Watch tingkat pemahaman masyarakat Indonesia terhadap perlindungan data pribadi masih rendah.

"Kenapa? Contohnya kemarin ketika pemerintah meminta masyarakat punya Kartu Identitas Anak (KIA) untuk setiap anaknya. Itu di Instagram justru penuh dengan ibu-ibu yang memotret anaknya sembari memegang kartu indentitas anaknya," ungkap Widuri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rahmad Fauzan
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper