Bisnis.com, JAKARTA - Operator seluler menyambut positif wacana penggunaan frekuensi 700 MHz untuk ibu kota baru. Pita frekuensi tengah atau middle band diyakini mampu memberikan kecepatan internet yang besar seperti 5G, sehingga mendukung hadirnya kota pintar di Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara sebagai ibu kota baru.
Wakil Direktur Utama PT Hutchison 3 Indonesia Danny Buldansyah mengatakan bahwa hakikatnya pembangunan infrastruktur telekomunikasi di ibu kota baru tidak terlalu bergantung dengan kehadiran pita frekuensi 700 MHz.
Hanya saja, kata Danny, jika pemerintah menyiapkan 700 MHz guna mendukung jaringan telekomunikasi untuk ibu kota baru maka operator akan menyambut dengan positif.
“Secara logika tidak mungkin ibu kota baru tidak dibangun [infrastruktur telekomunikasinya] karena tidak ada pita frekuensi 700 MHz. Namun, kalau 700 MHz dibebaskan untuk ibu kota baru, operator akan senang sekalin” kata Danny kepada Bisnis.com, Rabu (30/10/2019).
Dannya menduga alasan Kemenkominfo menyediakan 700 MHz di ibu kota baru untuk mendukung hadirnya internet cepat, termasuk 5G. Sebab, Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan frekuensi tambahan salah satunya melalui 700 MHz.
Hanya saja Danny menekankan bahwa itu baru dugaannya, sejauh ini, 3 Indonesia belum diajak membahas mengenai pemanfaatan 700 MHz untuk ibu kota baru.
Senada, Vice President Technology Relations and Special Project Smartfren Munir Syahda Prabowo mengatakan bahwa sejauh ini perseroan juga belum membahas mengenai rencana pemanfaatan 700 MHz untuk ibu kota baru, termasuk mengenai pemanfaatan gedung tinggi untuk tempat Base Tranceiver Station (BTS)
Munir mengatakan mengenai kebijakan frekuensi merupakan ranah pemerintah, operator hanya menyesuiakan saja.
“Mengenai frekuensi itu kebijakan pemerintah atau regulator, operator akan memanfaatkan sesuai kebutuhan tambahan,” kata Munir.
Sementara itu, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menegaskan bahwa tanpa dikaitkan dengan urusan ibu kota baru, penataan frekuensi 700 MHz sangat penting untuk dilakukan segera.
Dia mengatakan dari pengaturan tersebut, pemerintah berpeluang mendapatkan bonus digital minimal 112 MHz. Menurutnya, dari pita frekuensi tersebut dapat dimanfaatkan untuk 5G dan operasional perangkat Internet of Things (IoT).
“Tentu pemanfaatan IoT akan banyak diimpelementasikan di ibu kota baru, sehingga frekuensi 700 MHz perlu dibenahi segera. Apalagi sekarang bukan sekadar internet of things tapi sudah internet for things,” kata Heru.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pos dan Penyelenggaraan Informatika (PPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Kalamullah Ramli mengatakan bahwa infrastruktur telekomunikasi di ibu kota baru terus dikaji bersama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Dia mengatakan Kemenkominfo akan memberikan layanan infrastruktur prima. Operator akan diberikan kemudahan dalam membangun karena bangunan di sana berbentuk apartemen. Sehingga, pemasangan BTS di gedung bukan di menara. Penggunaan menara tidak terlalu banyak.
Tidak hanya itu, dalam membangun infrrastruktur telekomunikasi, lanjutnya, juga sangat bergantung dengan migrasi dari TV analog ke digital. Sebab, beberapa lembaga penyiaran swasta (LPS) saat ini masih menggunakan frekuensi 700 MHz.
“Infrastruktur sangat bergantun kalau kemudian migrasi dari analog ke digital bisa diselesaikan lebih cepat, karena kita punya digital deviden 112 MHz ditambah 48 MHz, yang dapat digunakan untuk kebencanaan, infrastruktur 5G dan lain-lain,” kata Ramli.
Ramli mengatakan untuk memanfaatkan 700 MHz tersebut, Kemenkominfo masih menunggu penyelesaian revisi undang-undang penyiaran no.32/2002. Revisi diperlukan untuk mendukung migrasi analog ke digital atau analog switch off (ASO).
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate berkomitmen untuk mempercepat migrasi analog ke digital.Dia mengatakan selambat-lambatnya ASO akan terjadi pada 2024 atau diakhir masa jabatannya. "Kalau kita punya target bahwa 2024 ASO. Kalau bisa dipercepat akan kita percepat dengan catatan harus diselesaikan dengan cepat,” kata Johnny.
Dia mengatakan selama ini migrasi analog belum bisa dilakukan karena tidak memiliki payung hukum.
Meski demikian, Johnny optimistis bahwa migrasi dapat segera dilakukan sebab hambatan yang dihadapi saat ini tidak terlalu banyak, hanya perlu mengubah beberapa poin yang termaktub dalam undang-undang no.32 tahun 2002 tentang Penyiaran.
“Saya berharap sejumlah pemangku kepentingan bisa menyelesaikan undang-undang penyiaran secepat mungkin, kami akan buat roadmap agar analog switch off dapat dilaksanakan,” kata Johnny.