Bisnis.com, JAKARTA — PT Rajakamar International (Rajakamar), salah satu pionir online travel agent (OTA) di Indonesia yang berdiri sejak 2007, memutuskan untuk berhenti menerima pesanan baru sejak Rabu (8/5).
“Selama 12 tahun terakhir, kami telah menjadi pionir OTA di Indonesia dan telah menjadi bagian dari cerita sukses platform dagang-el. Terima kasih untuk dukungan dan kesetiaannya selama ini,” ujar manajemen seperti dikutip dari situs resmi perusahaan, Kamis (9/5).
Dalam pengumumannya, perusahaan menyatakan masih melayani konsumen yang telah melakukan pemesanan melalui kontak customer service yang tersedia.
Rajakamar merupakan layanan pemesanan hotel yang didirikan oleh tiga perusahaan perjalanan terkemuka di Indonesia yaitu Dwidaya, PT Panorama Sentrawisata Tbk., Smailing Tours, serta pendiri MG Group Eddy Yeo dan Raymond. Menawarkan lebih dari 1.800 hotel yang tersebar di 135 kota di Indonesia serta 40.000 hotel internasional, Rajakamar merupakan situs pertama di Indonesia yang berpusat pada kebutuhan wisata domestik.
Pada 2011, Rajakamar mengakuisisi 100% saham MG Holiday sebagai distributor voucer hotel di Indonesia. Dalam perkembangannya, perusahaan ini cukup aktif berekspansi ke kota-kota di Asia dan Australia.
Bisnis mencoba mengonfirmasi alasan penutupan operasional Rajakamar ke pemegang saham, Panorama, Dwidaya dan MG Group. Namun, belum mendapatkan respons yang pasti hingga berita ini ditulis.
Baca Juga Valuasi Uber Tembus Rp1.183 Triliun |
---|
Vice President Brand and Communications Panorama Group AB Sadewa hanya mengonfirmasi bahwa perusahaannya masih memegang saham di Rajakamar. Namun, pihaknya menolak menjelaskan alasan penutupan operasional anak perusahaannya itu.
“Kami masih shareholder, kan ada equity. Terakhir hanya ada perubahan pencatatan di mana kami hanya mencatat equity. Jadi dengan cara ini memberikan fleksibilitas bagi Rajakamar atau MG Group dalam menjalankan usaha,” ujarnya.
Kabar penutupan Rajakamar cukup mengejutkan, terlebih di tengah perkembangan ekonomi digital khususnya industri OTA di Indonesia yang terus tumbuh. Google dan Temasek dalam laporannya berjudul “e-Conomy SEA 2018” menyatakan bahwa pasar OTA di Indonesia merupakan salah satu yang terbesar di Asia Tenggara, dengan nilai transaksi mencapai US$8,6 miliar pada 2018, dan berpotensi tumbuh hingga US$25 miliar pada 2025.
Hal ini salah satunya disumbang oleh pertumbuhan salah satu unicorn asal Indonesia yaitu Traveloka, yang memiliki peranan penting dalam mengembangkan ekosistem OTA di Tanah Air. Ekspansi perusahaan tersebut ke Thailand dan Vietnam juga disebut turut mengakselerasi pertumbuhan pasar OTA di regional Asia Tenggara.
Alexander Rusli, pengamat ekonomi digital yang juga menjabat sebagai CEO PT Digi Asia Bios menilai, ketidaktersediaan pendanaan menjadi alasan pertama tutupnya perusahaan rintisan. Selain itu, valuasi perusahaan yang sudah terlalu tinggi juga dapat menjadi faktor penyebab.
“Bisa jadi bukan kalah saingan di pasar, tetapi kalah saingan di fundraising,”ujarnya.
Pria yang juga aktif menjadi angel investor itu mengemukakan, model bisnis Rajakamar sebenarnya mirip dengan OTA lain seperti Traveloka. Hanya saja, struktur pemilik modalnya yang berasal dari perusahaan perjalanan konvensional diduga membuat sistem pendanaan berbeda dengan perusahaan rintisan OTA yang memiliki pendanaan secara bertahap.
Berdasarkan riset CB Insights berjudul Top 20 Reasons Startup Fail yang menganalisis penyebab gagal berkembangnya 101 perusahaan rintisan di bidang teknologi , disebutkan bahwa lima faktor utama penyebab kegagalan perusahaan rintisan antara lain produk yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasar, kurangnya pendanaan, tim yang tidak solid, kalah bersaing dan penetapan harga produk/ biaya operasional.