Bisnis.com, JAKARTA — Tarif sewa yang dibebankan Pemerintah Kota Surabaya atas penggunaan lahan untuk kabel optik membebani operator telekomunikasi. Industri telekomunikasi cemas pemda di wilayah lain menerapkan hal yang serupa sehingga mendongkrak biaya pembangunan infrastruktur telekomunikasi.
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi Indonesia (Apjatel) Arif Angga mengakui hakikatnya penentuan pendapatan asli daerah (PAD) merupakan otonomi setiap daerah, begitupun dengan penerapan tarif sewa lahan di Surabaya.
Hanya saja, sambungnya, muncul kekhawatiran jika Surabaya menerapkan kebijakan tarif sewa lahan, akan ditiru oleh daerah-daerah lain, mengingat hingga saat ini hanya Surabaya yang menerapkan kebijakan sewa lahan.
“Nanti [daerah] yang lain meniru apalagi jika kebijakan dianggap ada potensi pendapatan daerah menurut yang lain, kalau ditiru bisa susah [industri telekomunikasi] di semua daerah,” kata Angga kepada Bisnis, Selasa (10/4/2019).
Angga menambahkan saat ini asosiasi masih kajian dan dokumen untuk didiskusikan dengan Pemkot Surabaya. Dia optimistis hasil diskusi akan mengeluarkan keputusan yang menguntungkan bagi semua pihak.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Apjatel, Bambang Prastowo mengatakan harga menggelar jaringan di Surabaya lebih mahal dibandingkan dengan Jakarta.
Dia mengatakan, di Jakarta untuk satu kali gelar jaringan hanya dikenakan biaya retribusi sebesar Rp10.000/meter. Di Surabaya, selain membayar biaya retribusi, operator juga dibebankan dengan biaya sewa yang diperkirakan mencapai bisa mencapai miliaran rupiah untuk semua ruas jalan di Surabaya.
Dia mengatakan, mahalnya tarif gelar jaringan di Surabaya disebabkan Pemkot Surabaya mengenakan biaya sewa lahan berdasarkan Nilau Jual Objek Pajak (NJOP) dan nilai ekonomis di kawasan yang digelar jaringan. Hanya saja Bambang tidak menyebutkan secara terperinci besaran harga tersebut.
“Lebih mahal [Surabaya dibandingkan Jakarta] dan kenanya sewa lahan, berdasarkan NJOP dan nilai ekonomis yang diapraisal oleh kantor appraisal independen dari Pemkot,” kata Bambang.
Sementara itu, Kabid Regulatory Apjatel, Syachrial Syarif mengatakan untuk menyelesaikan masalah ini, Pemkot Surabaya memberi kesempatan kepada para penyelenggara untuk memberikan tanggapan secara akademis dan bisa dipertanggungjawabkan.
Tanggapan tersebut, sambungnya, akan menjadi pertimbangan Pemkot Surabaya dalam memutuskan permasalahan sewa lahan tersebut.
“Pemkot juga saya rasa diamanahi oleh peraturan tetapi mereka juga perlu mendapat masukan dari kami yang terkena dampak kebijakan ini,” kata Syachrial.
Bisnis telah mencoba menghubungi Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan kota Surabaya Erna Purnawati dan Sekretaris Daerah Kota Surabaya Hendro Gunawan hingga saat ini belum memberi tanggapan perihal tarif sewa lahan di kota Pahlawan meski telah dihubungi.