2 Pekan Usai Teror Christchurch, Facebook Larang Konten Berbau Supremasi Kulit Putih

Iim Fathimah Timorria
Jumat, 29 Maret 2019 | 07:05 WIB
Logo Facebook./Reuters
Logo Facebook./Reuters
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA -- Facebook Inc. akan memblokir konten-konten yang berisi dukungan dan glorifikasi terhadap nasionalisme dan supremasi kulit putih di dua platform media sosialnya, Facebook dan Instagram.

Kebijakan ini merupakan langkah baru Facebook dalam menangkal ujaran kebencian dan diumumkan hanya 2 pekan setelah aksi penembakan massal terjadi di Christchurch, Selandia Baru. Dalam penembakan massal yang merenggut 50 nyawa itu, pelaku yang berasal dari Australia dan menyiarkan aksi kejinya secara langsung mengaku bahwa dia adalah seorang pendukung supremasi kulit putih.

"Meski kami sejak lama melarang ujaran kebencian bernada rasis, hal tersebut belum menjangkau hal-hal [ujaran] yang berdasarkan paham nasionalisme kulit putih. Saat itu, kami berpikir dengan konsep nasionalisme yang lebih luas seperti 'American Pride' yang mana merupakan bagian tak terpisahkan dari identitas seseorang," tulis Facebook dalam pengumuman yang dikutip CNN, Kamis (28/3/2019).

Usai melakukan diskusi dengan masyarakat sipil dan akademisi yang memahami isu relasi ras di berbagai negara, Facebook pun melakukan perombakan kebijakan. Mereka mengakui bahwa paham nasionalisme dan separatisme kulit putih tak bisa dipisahkan dengan supremasi kulit putih.

"Selama 3 bulan terakhir, kami melakukan lebih dari 20 diskusi dengan kelompok pegiat HAM dan ahli relasi ras di Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Afrika," terang Facebook.

Di antara kelompok-kelompok tersebut, salah satu mitra konsultasi Facebook adalah Lawyers' Committee for Civil Rights Under Law. Dalam sebuah pernyataan, presiden kelompok itu, Kristen Clarke, mengemukakan bahwa pihaknya akan mengawasi implementasi aturan baru tersebut.

"Butuh begitu banyak kerja keras bagi Facebook untuk sampai di titik ini. Namun, kerja keras itu harus terus berlanjut, kami akan mengawasi bagaimana kebijakan ini dijalankan," ungkapnya.

Clarke mengemukakan kebijakan lama Facebook telah memungkinkan kelompok pendukung supremasi kulit putih menyalahgunakan platform media sosial itu. Hal ini terlihat dari aksi teroris Christchurch yang dengan leluasa menyampaikan pandangan kebenciannya terhadap kelompok imigran.

"Aksi teror di Selandia Baru menjadi pengingat soal urgensi hal itu. Dia menunjukkan bahwa pendukung supremasi kulit putih memanfaatkan Facebook untuk menyebarluaskan paham yang mereka anut," lanjutnya.

Kebijakan baru Facebook ini mendapat apresiasi dari Perdana Menteri (PM) Selandia Baru Jacinda Ardern. Meski demikian, pemimpin perempuan termuda di dunia itu menegaskan bahwa masih banyak hal yang harus dikerjakan.

"Paham ini seharusnya selalu ada dalam pedoman komunitas soal ujaran kebencian, tapi dicapainya klarifikasi setelah serangan di Christchurch merupakan suatu hal yang positif," tuturnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper