Masalah Tarif Bikin Jaringan Seluler di MRT Jakarta Tidak Prima

Leo Dwi Jatmiko
Senin, 25 Maret 2019 | 09:29 WIB
Warga ikut dalam uji coba publik pengoperasian Mass Rapid Transit (MRT) koridor Bundaran HI - Lebak Bulus di Jakarta, Jumat (22/3/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Warga ikut dalam uji coba publik pengoperasian Mass Rapid Transit (MRT) koridor Bundaran HI - Lebak Bulus di Jakarta, Jumat (22/3/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Operator seluer ragu-ragu dalam memanfaatkan perangkat pasif di jaringan MRT Jakarta karena tidak sepakat dengan tarif sewa yang ditetapkan oleh PT Tower Bersama Infrastructure Tbk.

Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) Ririek Adriansyah mengatakan, operator seluler enggan memasang perangkat di jalur MRT karena ada selisih yang tinggi antara harga sewa perangkat pasif yang diminta operator dengan harga sewa yang ditawarkan oleh PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) sebagai selaku  mitra strategis penyedia konektivitas seluler dan jaringan internet nirkabel di kawasan operasional MRT fase I.

TBIG menetapkan tarif sewa berdasarkan jumlah investasi yang dikucurkan ke MRT dan kewajibannya untuk berbagi pendapatan dengan PT MRT Jakarta.

“Dari sisi operator seluler, MRT ini tidak atau [hanya] sedikit menambah trafik baru untuk voice dan data, karena pada dasarnya hanya menambahkan trafik yang ada dari jalur lain ke jalur MRT,” kata Ririek kepada Bisnis, Minggu (24/3).

Perbedaaan perspektif tersebut membuat ada perbedaan perhitungan yang cukup lebar antara operator seluler dan TBIG. Dari dokumen yang didapatkan Bisnis, TBIG menawarkan harga Rp3,5 miliar hingga Rp4 miliar per operator untuk sewa perangkat pasif berkapasitas 600 Mbps di 6 stasiun bawah tanah MRT sepanjang 2 tahun pertama. Operator seluler meminta harga sewa Rp1 miliar per tahun.

Saat dimintai konfirmasi tentang angka tersebut, Ririek mengaku tidak tahu secara detail angka yang diinginkan operator seluler dan Tower Bersama.

Dia menuturkan, untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, ATSI terus membangun diskusi dengan para pemanku kepentingan, agar permasalahan selisih harga dapat diatasi. “Kami terus diskusikan untuk mencari solusinya bagi semua pihak,” kata Ririek.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Indonesia (ATSI) Merza Fachys mengatakan harga sewa perangkat pasif di kawasan operasional Mass Rapid Transit (MRT) fase I masih dinegoisasikan.

 “[Angka sewa] masih berubah, tanyakan ke PT Tower Bersama Infrastructure  angka terakhinya,” kata Merza kepada Bisnis.

Hingga saat ini, menurutnya, ATSI dan sejumlah pemangku kepentingan masih mendiskusikan syarat dan ketentuan penyewaan perangkat pasif di kawasan MRT fase I. Dia berharap agar hasil diskusi dapat mengeluarkan keputusan yang saling menguntungkan terutama untuk jangka panjang.

“Harga adalah salah satu hal yang termasuk didiskusikan. Mudah-mudahan dapat segera final sehingga masyarakat akan dapat memanfaatkan layanan telekomunikasi ketika berada di MRT dan area-area di dalamnya,” kata Merza.

Direktur & CFO Tower Bersama Infrastructure Helmy Yusman Santoso mengatakan bahwa perusahaannya masih mendiskusikan cakupan bisnis dan harga dengan para operator seluler.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper