Bisnis.com, JAKARTA — Sepanjang tahun lalu, Uber Technologies membukukan order senilai US$50 miliar atau lebih dari Rp700 triliun untuk layanan transportasi dan pesan antar makanan.
Nilai order yang terekam sepanjang 2018 memang mencerminkan jangkauan layanan Uber yang semakin mendunia. Namun, pertumbuhan pendapatan Uber cenderung stagnan yaitu hanya naik 2% pada kuartal IV/2018.
Stagnasi tersebut menunjukkan bahwa Uber masih mengucurkan subsidi besar-besaran di pasar yang kompetitif.
Pendapatan Uber sepanjang 2018 adalah US$11,3 miliar, naik 43% dari tahun lalu. Perusahaan tersebut berhasil menekan kerugian sebelum pajak dari US$2,2 miliar pada 2017 menjadu US$1,8 miliar.
Menurut Reuters, Layanan pesan antar Uber, Uber Eats menyumbangkan pendapatan US$2,5 miliar dari total order yang dibukukan order pada 2018. Uber kerap mengklaim bahwa Uber Eats adalah layanan pesan antar daring yang terbesar di luar China.
Uber memang menghadapi kompetisi yang ketat di seluruh dunia. Perusahaan asal Amerika Serikat ini telah menarik diri dari pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dan menyerahkan bisnisnya ke Grab. Sebelumnya, Uber telah hengkang dari China karena terdesak oleh Didi Chuxing.
Di India, Uber berkompetisi dengan Ola. Di Amerika Selatan, Didi Chuxing kembali menjadi saingan Uber. Careem adalah kompetitor terberat Uber di Timur Tengah, bahkan kabarnya Uber sedang bernegosiasi dengan perusahaan asal Dubai tersebut untuk merger.