Bisnis.com, JAKARTA -- Media sosial sudah sejak lama menjadi saluran untuk menyebarkan informasi. Namun, di tengah dinamisnya situasi sosial, politik, dan ekonomi dunia, kehadirannya seakan menjadi pedang bermata dua.
Pasalnya, bukan hanya informasi yang dapat dipertanggungjawabkan yang beredar tapi juga kabar bohong dan tak jelas sumbernya.
Facebook pun turut menjadi media untuk menyebarkan informasi, baik yang valid maupun hoaks. Dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Jumat (25/1/2019), pendiri dan CEO Facebook Mark Zuckerberg menegaskan pihaknya tak membiarkan peredaran konten yang bersifat memecah belah atau berbahaya.
"Para pengguna menyampaikan kepada kami bahwa mereka tidak ingin melihat konten seperti ini. Para pengiklan pun tidak ingin produk mereka terkait hal tersebut," ujarnya.
Zuckerberg mengklaim satu-satunya alasan konten negatif tetap ada adalah karena manusia dan sistem Artificial Intelligence (AI/kecerdasan buatan) Facebook yang meninjau hal tersebut terus berkembang dan bukan karena pihak Facebook membiarkan konten seperti itu tetap beredar.
Zuckerberg menerangkan jika iklan menjadi pendukung agar layanan Facebook bisa bebas biaya, sehingga dapat diakses oleh semua orang. Terkait hal ini, Facebook mengaku bekerja sama dengan pengiklan untuk menampilkan informasi yang relevan dengan kebutuhan pengguna.
Dia melanjutkan ada pihak-pihak yang khawatir iklan dapat menciptakan ketidakselarasan kepentingan antara Facebook dengan pihak yang menggunakan produk media sosial itu. Facebook menyampaikan fokus mereka adalah membantu orang untuk saling terhubung dan berbagi karena tujuan layanan mereka yaitu membantu orang-orang untuk terhubung dengan keluarga, teman, dan komunitas.
Tetapi, tutur Zuckerberg, dari perspektif bisnis adalah suatu hal yang penting untuk memastikan bahwa setiap orang menikmati waktu yang digunakan dengan baik.
Clickbait diakui bisa saja mendorong interaksi dalam waktu singkat, tapi hal itu diklaim tak mungkin dilakukan dengan sengaja oleh Facebook karena bukan itu yang diinginkan orang dan bahkan bisa mengurangi penggunaan layanan mereka dalam jangka panjang.
Zuckerberg meyakini ada tiga prinsip paling penting terkait data, yakni transparansi, pilihan, dan kendali. Oleh karena itu, dia percaya regulasi yang menerapkan prinsip ini akan membuat internet lebih baik untuk semua orang.
Selain itu, Facebook menekankan bahwa model bisnis yang mereka jalankan memiliki manfaat yang jelas. Pasalnya, para pengguna yang jumlahnya miliaran bisa mendapatkan layanan gratis untuk tetap terhubung dengan orang dan mengekspresikan diri.
Sejak Agustus 2018 sampai 21 Januari 2019, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menerima laporan tentang 43 konten hoaks yang disebarkan melalui aplikasi pesan instan WhatsApp. Berdasarkan rekapitulasi tahunan, Kementerian Kominfo paling banyak menerima aduan konten hoaks sebanyak 733 laporan pada 2018.
Sesuai hasil pemantauan Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika laporan terbanyak terjadi pada Oktober 2018, yakni sebanyak 16 konten hoaks yang disebarkan melalui WhatsApp.
Pada Agustus 2018 terdapat laporan 2 konten hoaks, September 2018 ada 5 konten hoaks, November 2018 sebanyak 8 laporan konten dan Desember 2018 sebanyak 10 laporan konten hoaks.
Sementara itu, sampai pada 21 Januari 2019 terdapat 2 laporan konten hoaks yang disebarkan melalui WhatsApp.
Sejak 2016, Kementerian Kominfo telah melakukan pengelolaan pengaduan konten negatif yang disebarkan melalui aplikasi pesan instan. Sepanjang 2016 terdapat 14 aduan konten. Konten terbanyak yang dilaporkan adalah yang termasuk kategori separatisme dan organisasi berbahaya.
Pada tahun 2017, jumlah aduan meningkat menjadi 281 aduan. Adapun konten terbanyak dilaporkan adalah konten penipuan yakni 79 laporan. Pada 2018, sebanyak 1.440 laporan yang berkaitan dengan konten negatif. Terbanyak kategori laporan adalah konten yang meresahkan atau hoaks yaitu sebanyak 733 laporan.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menegaskan bahwa pemerintah telah menekan angka penyebaran hoaks. Namun demikian, pemerintah tidak bisa menjamin 100% bahwa hoaks tidak akan tersebar.
"Tugas kita adalah mitigasi risiko. Bagaimana menekan penyebaran, membuat angkanya serendah mungkin," ungkap Rudiantara di Jakarta, Senin (21/1/2019).
Rudiantara menjelaskan modus penyebaran hoaks dari media sosial seperti Facebook sebelum kemudian diviralkan melalui WhatsApp. Penyebar hoaks biasanya menghapus akun Facebook tersebut setelahnya.
Oleh karena itu, Menteri Kominfo mengapresiasi kebijakan pembatasan meneruskan (forward) pesan hanya sampai lima kali dalam chat baik secara personal maupun komunikasi grup WhatsApp. Menurutnya, pembatasan tersebut membantu meminimalisir konten negatif dan hoaks.