Bisnis.com, JAKARTA — Dalam surat ketetapan yang terbit pada akhir November, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia menyebutkan bahwa setiap identitas kependudukan bisa digunakan untuk mendaftarkan maksimal tiga nomor prabayar. Namun, ketentuan tersebut sampai saat ini masih belum diberlakukan.
Komisioner BRTI I Ketut Prihadi mengatakan saat ini pihaknya masih memberlakukan ketentuan maksimum tiga nomor per operator untuk pengguna individu.
Ketentuan ini tetap berlaku meskipun ketetapan BRTI terbaru mencantumkan butir pasal yang menyebutkan tentang kepemilikan maksimum tiga nomor prabayar yang bisa diregistrasikan dengan satu data kependudukan termasuk nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK).
Menurutnya, pengetatan registrasi selanjutnya akan dibahas dengan seluruh operator seluler.
“Sampai saat ini sesuai Permen Kominfo tentang registrasi, masih tiga per operator. Ke depannya kami sedang mengkaji untuk membuat pembatasan yang lebih ketat. Tentunya hal ini nanti akan kami diskusikan dengan seluruh operator seluler,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, belum lama ini.
Dari hasil pemantauan, pihaknya merilis aturan baru yang ditandatangani pada 21 November. Oleh karena itu, dirilis karena kartu perdana yang telah diaktifkan masih beredar. Begitu juga dengan pelanggaran penggunaan NIK dan nomor KK.
Ketetapan itu ditujukan kepada operator seluler dan penjual kartu perdana prabayar yakni distributor, agen, gerai atau pelapak perseorangan. Dalam ketetapan itu, diatur enam pasal dengan pasal 1 yang memiliki 25 butir lebih detail.
Pada pasal 1, ditegaskan kembali tentang pelaksanaan registrasi kartu SIM yang mengacu pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.21/2017.
BRTI, dalam ketetapannya menyebutkam kembali maksimum registrasi mandiri yakni sebanyak tiga nomor per operator dari satu NIK dan nomor KK.
BRTI meminta agar operator melakukan pembersihan nomor-nomor yang didaftarkan dengan cara yang tak wajar yakni ketika satu NIK dan nomor KK digunakan untuk mendaftarkan banyak nomor sekaligus.
Bila ditemukan banyak nomor yang diregistrasikan dengan satu NIK dan nomor KK, operator agar mengirim pemberitahuan kepada pelanggan. Terkait ketentuan mematikan nomor dan perintah registrasi ulang, dilakukan paling lambat 30 hari kalender sejak ketetapan dirilis.
BRTI meminta agar operator melampirkan daftar nomor yang dimatikan dan yang telah diregistrasi ulang 7 hari setelah batas akhir pelaksanaan. Selanjutnya, nomor tersebut akan dievaluasi BRTI dan dicocokkan dengan data milik Mabes Polri.
Dalam hal pengawasan, operator harus mengawasi mitra, distributor, agen hingga pelapak agar para pelanggan melakukan registrasi nomor pelanggan dengan benar. Untuk nomor-nomor dari organisasi atau badan usaha harus dilampirkan nomor pokok wajib pajak (NPWP) atau surat izin usaha perdagangan (SIUP).
Terakhir, alat bantu registrasi seperti Digipos dan Salmo dilarang penggunaannya di tingkat agen karena hanya diperbolehkan di gerai resmi untuk pendaftaran peranti yang menggunakan kartu SIM.
Dia pun menyebut masih terdapat badan usaha atau organisasi yang tak resmi meskipun registrasi mensyaratkan NPWP atau SIUP. Kendati demikian, dia tak bisa menuturkan data terkait temuan di lapangan.
Adapun, Bisnis telah menghubungi Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika Ahmad M Ramli namun belum terdapat data yang bisa dibagikan.
“Dari hasil evaluasi, terdapat registrasi yang dilakukan oleh badan usaha yang tidak jelas. Jumlahnya saya tidak pegang datanya, ada di teman-teman direktorat pengendalian PPI. Begitu juga dengan NIK dan No.KK yang digunakan untuk meregistrasi banyak nomor, saya tidak pegang datanya, tapi memang ada.
Dia berharap dengan adanya ketentuan ini, penyalahgunaan data dan pelanggaran dalam proses registrasi kartu SIM prabayar bisa ditekan.
“Justru dengan Tap BRTI ini kami harapkan celah-celah untuk penyalahgunaan dapat dipersempit,” katanya.