Bisnis.com, JAKARTA — Goldman Sachs Group Inc. memprediksi Indonesia segera menjelma menjadi medan pertempuran teranyar berbagai raksasa teknologi dunia.
Analis Goldman Sachs Miang Chuen Koh menyatakan peluang investasi pada bidang teknologi di Indonesia sangat potensial sebab Indonesia didukung populasi yang besar dan laju pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi. Hanya saja, potensi pasar ekonomi digitalnya belum tergarap dengan optimal.
Dalam laporannya yang dirilis belum lama ini, Goldman Sachs memperkirakan setidaknya terdapat dua sektor bisnis yang bakal menjadi bahan pertempuran raksasa teknologi global di Indonesia, yakni aplikasi permainan daring dan e-commerce.
Seperti dilansir dari Bloomberg, Senin (16/4/2018), laju pertumbuhan tahunan (compound annual growth rate/CAGR) aplikasi permainan diperkirakan mencapai sekitar 22% dalam lima tahun ke depan. Sementara itu, CAGR e-commerce dapat tumbuh 61% dalam periode yang sama.
CAGR merupakan indikator yang memperlihatkan pertumbuhan tahunan rata-rata tatkala menanamkan ulang modal hasil investasi selama beberapa tahun. Saat ini, sudah ada beberapa raksasa teknologi global yang merambah pasar Indonesia dengan berinvestasi pada perusahaan lokal.
Beberapa perusahaan itu antara lain Softbank, Alibaba, Tencent, serta Google melalui induk usahanya, Alphabet. Seperti diketahui, Alphabet berpartisipasi dalam putaran pendanaan terbaru Go-Jek senilai US$1,5 miliar yang melibatkan belasan investor.
Investor yang terlibat seperti Temasek Holdings, KKR & Co, Warburg Pincus LLC, dan Meituan-Dianping. Tencent dan JD pun tak mau ketinggalan berinvestasi pada perusahaan ride hailing tersebut.
Perusahaan belanja daring Tokopedia turut memperoleh suntikan pendanaan yang berasal dari raksasa teknologi Softbank dan Alibaba pada tahun lalu. Managing Partner Venturra Capital Rudy Ramawy menyatakan ekosistem digital di Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dalam tujuh tahun terakhir.
Dalam kurun waktu tersebut, ekosistem digital Indonesia bahkan mengalami perubahan yang lebih cepat ketimbang yang terjadi di India maupun China dalam rentang waktu 15-20 tahun terakhir.
Hal itu dapat terlihat pada berbagai lompatan yang terjadi di dalam berbagai layanan digital. Konsumen digital mulai beralih dari yang sebelumnya berbasis tunai hingga langsung beralih menjadi pengguna layanan keuangan digital.
“Dari sebelumnya cash based economy, tidak mesti perlahan memiliki rekening bank dulu, tapi langsung menjadi pengguna layanan keuangan digital. Ini yang menurut saya Indonesia sudah melakukan lompatan sangat jauh ke depan. Istilahnya itu the leapfrog of the leapfrog,” ujarnya.
Menurut Rudy, populasi yang tinggi merupakan bekal utama tumbuhnya beberapa bisnis di dalam negeri seperti e-commerce dan transportasi.
“Dua sektor itu yang biasanya tumbuh pesat di negara berpopulasi tinggi,” terangnya.
Rudy meyakini arus investasi yang masuk ke dalam ekosistem digital Indonesia selama 5-10 tahun ke depan mampu membuka lebih banyak kesempatan kerja baru.
“Bisnis teknologi itu memang borderless, investor bisa berinvestasi di mana saja. Saya yakin Indonesia ke depan bisa melakukan perubahan yang semakin cepat lagi,” tambahnya.