Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Hubungan Masyarakat Kementerian Komunikasi dan Informatika Noor Iza menyarankan masyarakat yang menerima berita bohong atau hoax soal registrasi kartu prabayar langsung mengklarifikasi ke humas Kementerian dan operator telekomunikasi. Hal tersebut untuk menyikapi beredarnya hoax melalui pesan berantai di grup percakapan dan media sosial lain belakangan ini.
"Daripada tak yakin saat menerima hoax, lebih baik masyarakat mencari informasi dari humas Kominfo dan operator telekomunikasi," ujar Noor.
Kementerian Komunikasi memberlakukan registrasi nomor pelanggan telepon seluler yang divalidasi dengan nomor induk kependudukan kartu tanda penduduk dan nomor kartu keluarga sejak 31 Oktober 2017. Batas registrasi ulang selama empat bulan hingga 28 Februari 2018. Namun, di tengah penerapan peraturan tersebut, terdapat hoax yang beredar di masyarakat melalui media sosial.
Salah satu informasi palsu yang beredar adalah Kementerian Komunikasi akan memblokir nomor kartu prabayar yang tidak melakukan registrasi menggunakan NIK KTP dan nomor KK pada 31 Oktober. Hoax lain yang juga beredar adalah pesan singkat yang terkesan berasal dari Kementerian Komunikasi soal data pengguna bisa dipakai pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan jika tidak mendaftar ulang, nomor pengguna bisa diblokir.
Selain itu, ada informasi palsu mengenai registrasi kartu prabayar berbahaya bagi pengguna. Dalam informasi disebutkan pelaporan data KTP dan KK akan digunakan untuk pemenangan calon dalam pemilu 2019. Data itu kemudian dapat dilacak guna menangkap seseorang dengan fitnah Undang-Undang Terorisme atau Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, atau pembobolan uang pribadi di ATM, juga data dapat dipalsukan atau dapat digandakan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab.
Menanggapi masifnya peredaran hoax ini, kata Noor, Kementerian menangkalnya dengan menandai bahwa berita tersebut adalah hoax. "Hoax kami stempel (yang menunjukkan) bahwa ini hoax," tuturnya.