Bisnis.com, JAKARTA — Perubahan gaya konsumsi media mengharuskan pemilik brand melakukan pemasaran secara digital. Namun, pemilik brand harus memahami bahwa digital marketing membutuhkan strategi yang berbeda dengan strategi pemasaran di media tradisional.
Berdasarkan survei Nielsen Consumer Media View yang dilakukan di 11 kota di Indonesia, saat ini Internet adalah media dengan tingkat penetrasi ketiga tertinggi dengan tingkat paparan mencapai 44%. Keberadaan internet sebagai media dengan tingkat penetrasi yang cukup tinggi menjadi indikasi bahwa masyarakat Indonesia semakin gemar mengakses berbagai konten melalui media digital.
Peningkatan akses Internet terjadi di mana-mana. Kendaraan umum (53%), kafe atau restoran (51%), bahkan di acara konser (24%) terjadi peningkatan dalam jumlah akses media digital dibandingkan pada 2017 dibandingkan pada 2015.
Meningkatnya konsumsi media digital juga memiliki korelasi dengan semakin banyak ditemukan konsumen yang menonton televisi dan menggunakan Internet dalam waktu yang bersamaan atau lazim disebut sebagai dual-screen.
Peningkatan konsumsi dual-screen yang rutin dilakukan setiap hari dapat ditemukan di semua kelompok usia. Bahkan di kelompok usia 50 tahun ke atas, mereka yang melakukan dual-screen setiap hari pun meningkat dari 7% di tahun 2015 menjadi 48% di tahun 2017
Dari survei ini juga diperoleh temuan bahwa saat ini ada beragam cara yang dilakukan untuk mengakses konten TV atau film. TV siaran dan TV kabel masih menjadi pilihan utama dengan perolehan 77%, namun akses konten video melalui platform digital juga cukup tinggi seperti misalnya situs streaming seperti Youtube, Vimeo dan sebagainya yaitu 51%, portal TV online sebesar 44%, TV internet berlangganan seperti Netflix, Iflix, Hooq, dan sebagainya yaitu 28%.
Dibandingkan dengan 2015, frekuensi menonton konten video melalui internet juga menunjukkan peningkatan di semua kelompok usia. YouTube masih menjadi platform online video yang paling banyak diakses. Di samping itu konsumen juga banyak menonton konten video melalui situs berita.
Peningkatan penetrasi Internet dan variasi media digital ini menuntut pelaku industri lebih relevan dalam membentuk keawasan di benak konsumen dengan manjamah dunia baru beriklan lewat digital.
Menurut Nielsen, perusahaan harus strategis dalam memanfaatkan iklan digital. Iklan digital efektif jika dimanfaatkan dengan tepat bersamaan dengan iklan lewat media tradisional.
“Media tradisional lebih mass sedangkan untuk online, dua devices saja bisa jadi iklan akan berbeda meskipun orangnya sama. Tantangan iklan online di sana,´kata Direktur Eksekutif Nielsen Media Hellen Katherina.
Nielsen Cross Platform Report 2017, misalnya, menunjukkan efektivitas iklan video online. Lebih dari 60% konsumen di kelompok usia 21—49 tahun mengaku langsung melakukan pencarian di Google setelah menyaksikan Iklan video online. Bahkan, 30% dari mereka mengaku berakhir membeli produk tersebut lewat online.
Sekitar 28% konsumen mengaku Iklan video online mendorong mereka datang ke toko untuk menyentuh langsung produk yang ditawarkan.
Helen mengatakan para pelaku industri atau pengiklan perlu menangkap tren ini untuk menerapkan strategi yang paling tepat berdasarkan target pasar masing-masing. Perlu dipahami juga potensi konsumen terpapar pada iklanonline akan berbeda pada setiap kelompok.
“Kami selalu menyarankan pada pemilik brand berinvestasi ke iklan. Tidak harus memindahkan bujet ke online dan yang sudah memindahkan ke online jangan terburu-buru memindahkan semuanya ke online,” kata Helen.
Memang, tidak semua golongan responsif atas iklan video online. Pada kelompok usia di atas 50 tahun, porsi responden yang menyatakan melakukan pembelian setelah terpapar pada iklan video hanya 8%.
Hanya saja, ada satu fakta lain yang menarik. Survei menunjukkan 25% dari responden pada kelompok usia tersebut mengaku datang ke toko setelah menyaksikan video iklan digital.
Jika aksi lanjutan ini terjadi, tentu empunya merek perlu lebih siap, mulai dari memiliki representasi atau identitas secara online, informasi yang dapat diakses calon konsumen hingga kehadiran secara offline.
“Ini yang menarik, menggunakan kebiasaan konsumen untuk memberikan iklan secara tepat. Kemudian, konversi terjadi di online dan offline, mulai dari mencari informasi produk dan kemudian beli,” jelas Helen.