Bisnis.com, JAKARTA – Adaptasi teknologi cloud dinilai masih menghadapi sejumlah tantangan di Indonesia.
Bagi perusahaan yang telah lebih dulu menggunakan teknologi ini, cloud diklaim telah mampu memangkas biaya investasi infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) hingga 50%.
Teguh Budyantara, Corporate IT-Governance Head PT Sinarmas Land, mengungkapkan, perusahaan pengembang properti ini mengadaptasi teknologi cloud awalnya pada 2012 dengan private cloud yang kemudian berkembang menjadi hybrid cloud pada 2014. Dia mengatakan kendala siklus bujet tahunan menjadi tantangan dalam pemenuhan kebutuhan infrastruktur TIK dengan perkembangan teknologi yang pesat.
“Permasalahan itu dapat teratasi dengan cloud, dan kapasitasnya besar sehingga dapat menyewakan kepada perusahaan lain, dengan menggaet partner sebagai cloud provider,” ujar Teguh kepada Bisnis usai DCD Indonesia Conference & Expo di Jakarta, Kamis (6/4).
Teguh mengungkapkan dari sisi investasi, Sinarmas Land menghemat dengan menjadi OPEX, yang awalnya investasi di sisi perangkat keras (hardware) untuk server sekitar US$1 juta.
“Dengan pindah ke cloud bisa menghemat sampai 50%, karena apa yang dibayar, itulah yang dipakai, sedangkan kalau mempunyai data center sendiri, rencananya untuk 7 tahun, di tahun pertama harus bayar, bisa dibayangkan kerugian dari 6 tahun ini,” paparnya.
Dia menambahkan infrastruktur TIK menjadi hal yang penting karena bisnis berkembang, tantangannya banyak pemilik perusahaan tidak memiliki perangkat server dan data center. Selain itu, masih ada permasalahan kepercayaan untuk mengadaptasi teknologi baru ini.
“Ketika tidak bisa dilihat, ada masalah kepercayaan, penting menemukan mitra yang tepat dan memahami tantangan dan kebutuhan perusahaan,” ujarnya.
Gunawan Santoso, SVP IT Infrastructure, PT Multi Adiprakarsa Manunggal (KARTUKU, mengatakan, perusahaan perlu memahami secara menyeluruh jika ingin mengadaptasi teknologi cloud.
Dia mengatakan tantang adaptasi cloud ini akan bergantung pada beberapa hal, diantaranya kesiapan sumber daya manusia, penyedia cloud, platform teknologi, dan prosesnya.
“Proses adopsi teknologi tidak hanya beberapa bulan, untuk jangka panjang, karena itu harus memiliki review yang menyeluruh,” ujarnya.
Menurutnya, perlu dipahami jika generasi selanjutnya dari infrastruktur TIK bukkan memiliki data center atau infrastruktur lainnya, tetapi harus memiliki biaya yang murah, mendatangkan lebih banyak pendapatan dan pelanggan yang loyal.
“Cloud dapat membuat biaya lebih efisien, tidak perlu investasi banyak pada infrastruktur IT. Cloud juga berkembang ke arah hybrid, bisa disesuaikan, gabungan private dan public cloud,” ujarnya.