TARIF INTERKONEKSI: Kebijakan Menkominfo Diprotes SP BUMN Strategis

Martin Sihombing
Senin, 22 Agustus 2016 | 17:24 WIB
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara. /Antara
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara. /Antara
Bagikan

Bisnis.com, BANDUNG -  Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis meminta Menkominfo untuk mengkaji ulang kebijakan-kebijakan yang dapat dipersepsikan sebagai pemberian fasilitas yang berlebihan bagi operator asing yang beroperasi di Indonesia.

"Janji pemerintah untuk membeli kembali Indosat belum terlaksana, Menkominfo malah akan menerapkan kebijakan yang berpotensi merugikan satu-satunya BUMN Telekomunikasi di Indonesia dengan rencana kebijakan perhitungan biaya interkoneksi, network sharing, dan spectrum sharing," kata Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis Wisnu Adhi Wuryanto dalam releasenya yang diterima Antara di Bandung, Senin (22/8/2016).

Ia menyatakan, sikap serikat pekerja itu memperhatikan opini yang berkembang di media massa terkait rencana melakukan revisi kebijakan Biaya Interkoneksi dan Revisi Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (PP No.52 Tahun 2000) serta Peraturan Pemerintah tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (PP No.53 Tahun 2000), Terkait Kebijakan Biaya Interkoneksi, Wisnu menyoroti disamping prosesnya yang terkesan terburu-buru, sehingga azas kepatutan penandatangan diabaikan.

Isi surat tersebut juga, menurut dia, terkesan membingungkan dan kebijakan yang dikeluarkannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Terkait dengan penetapan tarif interkoneksi Rp204 juga tidak mencerminkan keadilan, penetapan tariff dibawah biaya yang harus ditanggung PT Telkom karena terlanjur membangun jaringan hingga kepelosok, tetapi masih diatas biaya operator-operator asing yang tidak membangun jaringan sampai pelosok.

"Hal ini menjadi pertanyaan besar bagi Federasi, kenapa kebijakan tersebut menguntungkan Asing dan merugikan BUMN," katanya.

Terkait Kebijakan Revisi PP 52 dan 53 yang berisi Network Sharing dan Spectrum Sharing, Wisnu juga menyoroti prosesnya yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan-undangan, yaitu UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Hal itu kata dia dikarenakan tidak terpenuhinya hak masyarakat untuk memberikan masukan baik lisan maupun tulisan dalam proses pembentukan kedua Rancangan Revisi PP tersebut, mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan, sehingga dapat dikatakan pembentukan kedua Rancangan Revisi Peraturan Pemerintah tersebut tidak baik.

"Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis berpendapat bahwa rencana Pemerintah memaksakan network sharing berpotensi merugikan BUMN Telekomunikasi yang sudah membangun, sementara di sisi lain menguntungkan operator milik asing yang tidak membangun," katanya.

Selain itu spectrum sharing dapat mengakibatkan jual beli spektrum frekuensi radio. Seyogyanya sumber daya alam terbatas ini dikelola dengan baik untuk tujuan efisiensi.

Sementara itu Ketua Umum Serikat Karyawan Telkom Asep Mulyana dalam rilisnya menyatakan menolak Kebijakan Biaya Interkoneksi dan Revisi Peraturan Pemerintah PP 52/53 tentang Network Sharing dan Spectrum Sharing karena terkesan dipaksakan.

"Hal ini dapat merusak tatanan industri telekomunikasi, serta proses maupun isinya bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku di atasnya serta bertentangan dengan semangat pemerataan pembangunan, kemandirian dan ketahanan bangsa," kat Asep Mulyana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Martin Sihombing
Sumber : ANTARA
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper