Rudiantara: RI Impor Bandwith Besar Sekali, Nasionalis Sedikitlah!

Newswire
Jumat, 3 Juni 2016 | 16:32 WIB
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara (kanan)/Antara
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara (kanan)/Antara
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Revolusi digital yang mulai terjadi di Indonesia diharapkan tak melupakan semangat Pancasila yakni gotong royong agar semua elemen masyarakat bisa menikmati perubahan karena digitalisasi.

Demikian rangkuman dari salah satu seri Diskusi Indonesia Cellular Show (ICS) bertema Sharing Economy, Disruptive or Solution yang digelar IndoTelko.com pada Kamis (2/6/2016).

Diskusi dibuka dengan kata sambutan dari Menkominfo Rudiantara dan menghadirkan pembicara Direktur Innovation & Strategic Portfolio Telkom Indra Utoyo, Direktur e-Business Kemenkominfo Azhar Hasyim, Ketua Umum Forum Smart City Indonesia Suhono Harso Supangkat, Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadhibrata, CEO YesBoss Irzan Raditya, dan Founder Nebengs.com Rudyanto Linggar.

"Revolusi digital akan kita alami ke depannya dan kita harus berani menopang pertumbuhan ekonomi bangsa dengan salah satunya digitalisasi,” kata Rudiantara dalam keterangan pers yang diterima, Jumat (3/6/2016).

Menurutnya, industri teknologi menjadi tumpuan era digital yang mengubah gaya hidup seluruh umat manusia. Revolusi aktivitas ekonomi dari tradisional ke digital akan meningkatkan kecepatan transaksi dan efisiensi proses ekonomi. “Ke depan pertumbuhannya akan ada aplikasi digital dan eCommerce. Kita harus membuat Indonesia mampu bersaing di global,” tegasnya.

Azhar meminta di era digital semangat nasionalisme tetap harus dijaga agar Indonesia tak hanya menjadi pasar bagi produk global. “Sekarang ini kita importir bandwidth besar sekali, kira-kira 1,6 Tbps, itu setara Rp3,2 triliun. Saya paham sekarang era cloud dan lainnya. Tapi nasionalis sedikitlah, apa semua mau keluarin duit buat bayar ke negara asing hanya untuk hosting dan data center,” tegasnya.

Dia mencontohkan China malah menjadi pengekspor bandwidth dan mencapai 1,5 Tbps karena aplikasinya banyak diakses negara luar. “Singapura, Malaysia, Brunei saja bangun data center untuk dorong jadi hub. Kita ada regulasi, tolong dibaca dan dipahami serta dijalankan. Ini saya menggugah nasionalisme pemain aplikasi karena mereka akan banyak dan terus tumbuh. Ayo kita setop impor, tetapi ekspor bandwidth keluar negeri,” katanya.

Sementara itu, Indra mengatakan peran pemerintah dibutuhkan agar revolusi digital tak memunculkan korban yakni pemain eksisting seperti operator telekomunikasi. “Digitalisasi ini memunculkan banyak aplikasi yang cenderung disruptive to eksisting market. Isunya, aturan main belum jelas, kita butuh jugalah pemerintah turun tangan, jangan diserahkan semua ke market,” katanya.

Sedangkan Suhono mengusulkan perlunya melihat isu-isu strategis di era digital dimana pemerintah memang harus menjaga seperti di Smart City perlu ada standarisasi, interperobility, dan security. “Sekarang semua bicara smart city, ditanya lebih dalam ternyata masang access point WiFi itu smart city. Padahal ini masalah tata kelola dan memanfaatkan sumber daya di kotanya agar masayarakat sejahtera,” katanya.

Suhono mengingatkan pemerintah harus membuat rambu-rambu yang jelas untuk smart city agar kedaulatan informasi tetap dijaga di Indonesia. “Ini banyak aplikasi asing masuk ke daerah tawarkan smart city. Kalau tak dijaga, data center pakai luar juga. Kebayang gak data penduduk Indonesia dimonetisasi oleh orang asing tanpa si pemilik sadar,” katanya.

Pada kesempatan sama Ridzki mengatakan sebuah inovasi datang di era digital karena melihat ada masalah yang tak terselesaikan oleh pemain lama. “Contohnya Grab, ini kan solusi untuk isu transportasi. Masalahnya regulasi tak siap untuk ini. Jadi, terkesan disruptive bagi pemain lama. Padahal ini solusi,” cetusnya.

Irzan menimpali pada prinsipnya pemain aplikasi siap berkolaborasi dengan semua pemain untuk membangun Indonesia. “Kita ini datang bukan untuk merusak tatanan. Tetapi mempercepat pembangunan. Kami banyak bekerja sama dengan pemain eksisting untuk membangun industri contact center,” katanya.

Sementara Rudyanto mengingatkan semua pemain kembali kepada filosofi Pancasila yakni gotong royong walau di era digital ada kecenderungan yang kuat bertahan, sementara yang lemah hilang dari peredaran. “Kita ini punya filosofi bagus, gotong royong. Mari bersama membangun bangsa. Kalau tidak, revolusi digital ini tak ada artinya,” tutupnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Newswire
Sumber : Antara
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper