Bisnis.com, JAKARTA—Bisnis telekomunikasi terutama seluler mencapai kejayaan beberapa tahun lalu. Namun, kini mereka untuk mencapai pertumbuhan double digit saja cukup sulit, bahkan pertumbuhan single digit di atas 5% juga cukup sulit.
Di tengah-tengah saturasi industri seluler, ada peluang bisnis yang cukup menjanjikan, dan sebenarnya bisa digarap oleh operator seluler. Bisnis itu adalah iklan berbasis telepon seluler (handset).
Berkaitan dengan isu itu, Bisnis mewawancarai Suryatin Setiawan, mantan petinggi Telkom dan pemilik Talent Source—lembaga pelatihan dan sertifikasi tenaga TI, Rabu (25/2). Berikut petikannya:
Menurut Anda, bagaimana perkembangan industri seluler dewasa ini?
Mereka (operator) kini telah mengalami saturasi. Operator tidak lagi bisa melakukan sesuatu untuk mendongkrak revenue-nya selain jualan broadband dan data.
Bisa dibayangkan, operator saat ini untuk menargetkan pertumbuhan di atas double digit saja sudah asma. Dulu untuk mencapai pertumbuhan double digit, operator tinggal ongkang-ongkang aja. Sekarang mereka untuk mencapai pertumbuhan seperti itu sudah ‘ngoyo’ sekali. Operator kini hanya berani menargetkan pertumbuhan single digit saja, atau di bawah 5%. Bisa dikatakan pertumbuhan sektor telekomunikasi terutama mobile operator sudah pada tahap saturasi.
Jadi bagaimana menurut Anda untuk membangun industri telematika agar tetap menarik di tengah-tengah mulai turunnya revenue sektor tersebut?
Menurut saya, yang perlu dibangun industri ini di tengah declining revenue adalah bagaimana mengemas sebuah produk untuk Indonesia, namun juga dikonsumsi orang Indonesia (dengan populasi penduduk dan pengguna ponsel yang mencapai lebih dari 200 juta ponsel).
Mereka bisa mengkreasi produk iklan digital. Artinya, membuat versi advertising digital baru, namun bercita rasa lokal, dikonsumsi orang lokal, dan dinikmati orang lokal serta ditonton oleh orang lokal. Produk itu bisa bergerak juga di sejumlah OTT (over the top) global tersebut.
Pertanyaannya apakah OTT global itu akan menerima?
Saya yakin mereka akan menerima sepanjang dalam karidor bisnis. Bagi OTT, tentu akan happy bila banyak yang bergabung dengan mereka. Mereka baru mendengar bila itu menyangkut business deal, dan akan lebih bagus lagi bila pemerintah bisa memfasilitasinya.
Kenapa ada peluang besar di bisnis advertising digital termasuk berformat video?
Menurut saya, yang perlu dipikirkan oleh mobile operator adalah kini setiap orang selalu membawa handset, bahkan setiap detik mata mereka selalu melihat handset. Kini pemilik handset terus bertambah, bahkan jauh lebih banyak dari pemilik TV atau juga dari populasi penduduk.
Artinya ada big opportunity dari situ, yang harus dikreasi atau di-leverage oleh operator, karena operator tidak lagi bisa melakukan sesuatu untuk mendongkrak revenue-nya selain jualan broadband dan data.
Bisa dibayangkan, operator saat ini untuk menargetkan pertumbuhan di atas double digit aja sudah asma. Dulu untuk mencapai pertumbuhan double digit tinggal ongkang-ongkang aja.
Sekarang mereka untuk mencapai pertumbuhan seperti itu sudah ‘ngoyo’ sekali. Operator kini hanya berani menargetkan pertumbuhan single digit saja, atau di bawah 5%
Artinya, pertumbuhan sektor seluler sudah pada tahap saturasi. Mereka harus masuk membuat produk digital advertising termasuk dalam format video. Sebagai gambar, belanja iklan tahun lalu mencapai Rp147 triliun. Tahun ini, belanja iklan diprediksi tumbuh 19%. Dari total belanja iklan itu, 67%-70% disalurkan ke televisi.
Inilah yang harus di-leverage oleh mobile operator. Mereka harus ada effort ke arah segmen tersebut. Agency atau pemasang iklan masih konvensional. Mereka hanya berpatokan iklan yang efektif adalah hanya di televisi. Mereka tidak pernah memperhatikan peluang itu ada di sebuah produk yang namanya ponsel terutama ponsel smartphone.