Bisnis.com, JAKARTA--Konsolidasi antara kedua operator telekomunikasi berbasis code division multiple access (CDMA) antara PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) dengan PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) ditargetkan mencapai kesepakatan mengenai bentuk konsolidasi tersebut paling lambat Oktober 2014.
Deputy CEO Commercial Smartfren Telecom Djoko Tata Ibrahim mengatakan saat ini perseroan tengah melakukan penjajakan dengan Bakrie Telecom terkait bentuk konsolidasi yang akan disepakati.
"Hingga saat ini belum ada kesepakatan secara formal mengenai bentuk konsolidasi yang dilakukan. Kemungkinannya akhir bulan depan sudah ada titik terang mengenai kesepakatan bentuk konsolidasi tersebut," jelas Djoko saat dihubungi Bisnis, Senin (29/9).
Menurut dia, baik Smartfren, Bakrie Telecom, maupun Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menyambut opsi konsolidasi ini secara positif. "Memang sedari dulu, pemerintah melalui Kemkominfo selalu mendorong konsolidasi diantara operator telekomunikasi. Namun baru saat ini, opsi tersebut dirasa perlu untuk dilakukan," ujarnya.
Sebelumnya, Djoko mengatakan perseroan telah melayangkan proposal penggabungan usaha bersama Bakrie Telecom kepada Kemkominfo. Beberapa model konsolidasi yang sedang dijajaki antara lain merger, penggunaan frekuensi bersama (frequency sharing), atau swap share.
Selain itu perseroan juga mencermati kinerja keuangan Bakrie Telecom yang buruk. Namun dia memastikan persoalan utang akan menjadi urusan internal masing-masing perseroan karena dalam konsep konsolidasi yang diharapkan, Smartfren akan bertindak sebagai pemegang lisensi frekuensi sementara Bakrie Telecom hanya sebagai penyelenggara jasa.
Dengan rencana tersebut, Smartfren akan menggabungkan investasi jaringan 4G di 2,3 GHz dan 800 MHz. Investasi di 2,3 GHz diprediksi mencapai Rp10 triliun, sedang di frekuensi 800 MHz akan menggunakan radio pemancar dual-band sehingga investasinya bisa lebih murah.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif ICT Institute sekaligus pengamat telematika Heru Sutadi menyarankan konsolidasi Smartfren-Bakrie dilakukan secara badan hukum melalui opsi merger atau akuisisi, dibandingkan opsi frequency sharing.
Hal ini karena opsi frequency sharing belakangan banyak menuai problema karena berbenturan dengan regulasi terkait yakni Peraturan Pemerintah (PP) 53/2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.
"Jangan sampai mengulang kasus PT Indosat Mega Media (IM2). Tukar-menukar penggunaan jaringan dan frekuensi itu dilarang secara hukum," jelasnya kepada Bisnis, Senin (29/9).
Menurutnya, jika opsi merger-akuisisi Smartfren-Bakrie dilaksanakan akan sama-sama menguntungkan kedua perseroan. Pasalnya, aset yang dimiliki Bakrie Telecom bisa dikonversikan ke dalam penyertaan saham Smartfren.
Sebelumnya, Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Kominfo M. Budi Setiawan menuturkan Smartfren dan Bakrie memang sudah mengajukan proposal penggabungan usaha untuk memaksimalkan frekuensi 800 MHz. Pemerintah mengaku senang dengan langkah tersebut karena bisa mengurangi jumlah operator.
Dia menuturkan, dengan opsi tersebut pemerintah akan menarik lisensi frekuensi Bakrie dan mengalihkannya ke Samrtfren. Dengan demikian, operator dengan merek dagang Esia ini hanya akan memiliki lisensi penyelenggara jasa telekomunikasi.
Jika penggabungan usaha tersebut terealisasi, industri code division multiple access (CDMA) dipastikan akan segera tutup usia.
Pasalnya, Flexi dan Starone juga akan segera mengalihkan pelanggannya ke operator GSM. Selain itu, operator Ceria yang menempati frekuensi 450 MHz dikabarkan juga tertarik menggelar LTE 4G menggunakan pita spektrum 5 MHz.
Kinerja Bakri Semester I 2014
Pendapatan : Rp773,02 miliar
Rugi Bersih : Rp316,8 miliar
Pelanggan : 12,4 juta
Kinerja smartfren Semester I 2014
Pendapatan : Rp1,43 triliun
Rugi Bersih : Rp652,1 miliar
Pelanggan : 13 juta