Anggaran TVRI Diblokir Rp627 miliar, Produksi Terganggu

Dewi Andriani
Selasa, 7 Januari 2014 | 20:44 WIB
Anggaran TVRI yang diblokir merupakan dana untuk belanja produksi siaran, a.l. biaya produksi acara, pengadaan pemancar baru, pengadaan studio baru, serta berbagai peliputan pada saat Pemilu 2014/ /bisnis.com
Anggaran TVRI yang diblokir merupakan dana untuk belanja produksi siaran, a.l. biaya produksi acara, pengadaan pemancar baru, pengadaan studio baru, serta berbagai peliputan pada saat Pemilu 2014/ /bisnis.com
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Pemblokiran anggaran TVRI sebesar Rp627 miliar dinilai telah mengganggu proses produksi penyiaran televisi publik tersebut dan menghambat perluasan area penyiaran pemberitaan.

Elprisdat, Ketua Dewan Pengawas TVRI, mengatakan terganggunya kinerja penyiaran TVRI karena anggaran yang diblokir merupakan dana untuk belanja produksi siaran, a.l. biaya produksi acara, pengadaan pemancar baru, pengadaan studio baru, serta berbagai peliputan pada saat Pemilu 2014. Sedangkan yang tidak diblokir hanya untuk belanja pegawai dan belanja operasional kantor.

“Seharusnya per 1 Januari kami sudah mendapatkan anggaran, tapi karena diblokir tidak bisa memaksimalkan penyiaran. 70% permasalahan TVRI di daerah ialah stasiun pemancar. Dengan pemblokiran ini, jangkauan menjadi terbatas berdampak secara politik terutama menjelang Pemilu 2014,” ucapnya dalam konfrensi pers, Selasa (7/1/2014).

Pasalnya, TVRI sebagai satu-satunya televisi publik memiliki peran strategis untuk mensosialisasikan Pemilu 2014 hingga ke berbagai pelosok daerah di Indonesia.

Ketika proses produksi terhambat, masyarakat Indonesia pun akan terganggu mendapatkan informasi publik yang netral dan independen. Sebab, TVRI tidak bisa sepenuhnya memenuhi jam tayang dan itu, menurutnya, menggangu hak masyarakat mendapatkan informasi penyiaran.

Diakui olehnya, TVRI memang masih memiliki anggaran non-APBN dari pendapatan iklan tahun lalu yakni sebesar Rp35 miliar. Namun, dana tersebut hanya bisa bertahan sekitar 1 bulan hingga 1,5 bulan ke depan.

“Kami mendesak DPR RI untuk mencabut pemblokiran anggaran TVRI sehingga kami dapat menjalankan proses produksi dan independensi dalam memberitakan berbagai informasi,” tegasnya.

Hal itu karena dengan semakin berlarut-larutnya proses pemblokiran anggaran ini, proses lelang yang dilakukan TVRI untuk pengadaan berbagai infrastruktur seperti pemancar atau transmisi pun akan terganggu. “Lewat dari semester I kami tidak berani membelanjakan lagi karena pasti akan terbentur dengan penyerapan.”

Pemblokiran anggaran oleh DPR RI ini berawal dari pemecatan 4 anggota direksi TVRI oleh Dewan Pengawas LPP TVRI yakni Direktur Pengembangan dan Usaha Erwin Aryanantha, Direktur Program dan Berita Irwan Hendarmin, Direktur Utama Farhat Sukri, dan Direktur Teknik .

Menurut Elprisdat penyebabnya antara lain kinerja Dewan Direksi TVRI yang tidak mencapai target yang mengacu kepada kebijakan LPP TVRI; kontrak mananejem; kesepakatan antara Dewan Pengawas LPP TVRI dan Dewan Direksi LPP TVRI yang dituangkan dalam keputusan rapat yang dilakukan secara continue; serta hal-hal actual yang disampaikan Dewan Pengawas LPP TVRI dalam bentuk instruksi kepada anggota Dewan Direksi LPP TVRI.

Namun, Komisi I DPR RI justru melihat kondisi tersebut sebagai suatu kekisruhan, bahkan mereka berniat untuk membentuk Panja untuk mengkaji persoalan dan dinamika dalam pelaksanaan tugas di LPP TVRI setelah RDP antara Komisi I dengan Dewan Pengawas dan Dewan Direksi TVRI pada 21 Oktober 2013.

Atas dasar tersebut, DPR kemudian memutuskan untuk memblokir anggaran TVRI kecuali belanja pegawai yang kemudian ditindaklanjuti oleh Menteri Keuangan dengan melayangkan surat tertanggal 30 Desember 2013 kepada TVRI atas pemblokiran tersebut.

“Sekali lagi kami sampaikan, bahwa tidak ada kisruh di tubuh internal TVRI. Kisruh itu adalah istilah yang digunakan DPR RI dan itu muncul setelah tanggal 21 Oktober 2013,” tegasnya.

Menurutnya pemblokiran ini bukanlah sesuatu yang lazim sebab seluruh proses anggaran TVRI sudah final dan semua kepala stasiun televisi di daerah sudah menerima daftar isiang penggunaan anggaran (DIPA) tersebut.

“Ini sangat tidak lazim, seharusnya bila ada ketidaksepakatan dibahas dulu di internal DPR bersama kami, tapi ini malah langsung dikasih ke Kemenkeu.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Dewi Andriani
Editor : Fatkhul Maskur
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper