Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mendeteksi sejumlah lokasi mengalami gangguan sinyal telekomunikasi seluler akibat penggunaan alat penguat sinyal (repeater) ilegal.
"Hingga Oktober 2013, ribuan sel jaringan seluler di Jakarta terganggu oleh repeater yang tidak terkontrol. Gangguan juga terdeteksi di Medan, Makassar, Denpasar, dan Batam," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo, Gatot S. Dewa Broto, Kamis (19/12/2013).
Kemkominfo mencatat sinyal telekomunikasi yang mengalami gangguan di daerah-daerah itu yakni sinyal dari operator PT.Telkomsel, PT.Telkom, PT.Indosat, PT.XL-Axiata, dan PT.Smart Telecom.
Sementara, frekuensi yang terganggu keberadaan repeater ilegal di Jakarta umumnya frekuensi GSM 900 MHz (IMT 2000).
Gangguan sinyal telekomunikasi di Jakarta a.l. berada di Jalan Mangga Besar, Jalan Kemang, Jalan Bangka, Jalan Swadaya, Jalan Percetakan Negara, Taman Cipinang, Jalan Matraman, Jalan Banyuwangi, Jalan Sumenep, Jalan Dukuh, Jalan Blora, Jalan Cikini, Jalan Gajah Mada, Jalan Hayam Wuruk, Pantai Indah Kapuk, dan Kepala Gading Barat.
Gatot mengatakan gangguan sinyal telekomunikasi terjadi karena repeater berkemampuan menguatkan sinyal operator lain sehingga sinyal jaringan menjadi jenuh.
"Pemasangan repeater tanpa koordinasi dengan operator akan mengganggu sinyal dari menara BTS operator lain di sekitarnya," kata Gatot.
Penyebab lain yaitu kualitas repeater operator yang telah menurun sehingga menganggu sinyal operator lain.
Gatot menegaskan peredaran repeater secara bebas tanpa sertifikat dilarang dan menjadi tindakan melawan hukum.
"Penggunaan repeater oleh selain operator telekomunikasi tidak diizinkan karena menyebabkan gangguan jaringan publik dan terancam hukuman pidana".
Kemkominfo berencana menertibkan kembali penggunaan perangkat penguat sinyal dan memerintahkan operator-operator telekomunikasi untuk menjaga kualitas layanan mereka.
"Rencana itu bukan berarti tidak ada konsekuensi bagi para operator karena penggunaan repeater oleh masyarakat salah satunnya disebabkan kualitas layanan telekomunikasi yang buruk dari operator," ujarnya. (antara/yus)