Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nasional (Bapeten) menyatakan Indonesia harus mulai meningkatkan keamanan tenaga nulkir di Indonesia, seiring meningkatnya penggunaan bahan nuklir dewasa ini.
Di Indonesia sendiri, tenaga nuklir banyak digunakan untuk kesehatan dan industri, sehingga perlu pengawasan yang cukup ketat dari segi keamanannya.
Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nasional (Bapeten) As Natio Lasman mengatakan nuklir itu sebetulnya aman untuk kegiatan terkait, sepanjang dalam pengawasan yang ketat.
Sementara itu, Direktur Keteknikan dan Kesiapsiagaan Nuklir Bapeten Suharyanta mengatakan perlu diterapkan sistem deteksi yang canggih dan mutakhir dalam pengawasannya.
Terutama, di pintu-pintu masuk arus barang impor baik di pelabuhan maupun bandara. Semisal di pelabuhan-pelabuhan utama seperti Tanjungpriok, Jakarta, Soekarno Hatta, Makasar, dan Belawan, Sumatera Utara.
Upaya itu, menurut dia, untuk mendeteksi keberadaan zat radioaktif/bahan nuklir di dalam kontainer tanpa harus membukanya. Juga,mencegah lilicit trafficking dan smuggling dalam transportasi kegiatan impor-ekspor komoditi.
Selain itu, untuk meningkatkan keamanan nasional terhadap nuklir melalui sistem dan front liner-nya adalah Bea dan Cukai.
Oleh karena itu, katanya, diperlukan kerja sama dengan Kementrian Perhubungan, operator pelabuhan dan operator bandar udara dalam upaya memantau keberadaan perjalanan bahan nuklir.
"Bapeten sendiri, siap membantu berbagai pihak dalam pengoperasian pemantau radiasi nuklir (Radiation Portal Monitor/RPM)," ujarnya dalam siaran persnya.
Suharyanta menjelaskan, RPM saat ini terpasang di Tanjung Priok dan Batam sejak 2005, dan di Tanjung Perak, Surabaya, dan Belawan, Medan, pada 2012.
Ke depan, lanjutnya, RPM juga akan dipasang di Indonesia Timur, yakni di Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara dan Soekarno Hatta. Begitu juga di Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang.