Bisnis.com, JAKARTA - Siapa yang tak kenal dengan sosok perempuan energik, dan passionate di dunia pelayaran niaga Tanah Air saat ini? Ya dialah Carmelita Hartoto.
Meski sibuk menjalankan bisnis, pengusaha pelayaran kelahiran Surabaya ini aktif dalam kegiatan seminar, dan forum-forum yang antara lain untuk menyerap masukan, bagi pemerintah selaku regulator dan juga memperjuangkan aspirasi pengusaha nasional di sektor yang menjadi fokus perhatiannya.
Meski banyak kegiatan, Carmelita masih mau menyediakan waktu berbincangbincang santai dengan Bisnis di suatu siang di salah satu resto Jepang di bilangan Tugu Tani.
Pehobi kuliner ini cukup komprehensif mengulas peta industri, progres dan kesiapan industri pelayaran niaga nasional.
Maklum saja, selain mengelola bisnis pelayanan shipping dan solusi logistik terpadu di bawah bendera PT Andhika Lines, Carmelita juga menjabat ketua umum DPP Indonesia National Shipowners Association (INSA). Dia juga menjabat sebagai wakil ketua umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) bagian logistik.
Carmelita mengaku masuk ke dunia pelayaran dan bergabung dengan INSA sebagai pengalaman yang tidak pernah terbayangkan olehnya ketika masa kuliah maupun saat dirinya sudah bekerja di perusahaan trading company di Inggris. Pasalnya, keputusan untuk meneruskan usaha ayahnya diambil di akhir tahun liburannya ke Indonesia dan diakhir tahun itu pula ayahnya wafat.
Keluarga Hartoto sempat dalam posisi dilematis antara akan menjual dan meneruskan usaha. Akhirnya Carmelita mantap untuk meninggalkan pekerjaan di trading company, dan pulang ke Indonesia untuk mencoba masuk ke dunia ini.
”Ayah saya nggak mau saya menggeluti bidang ini karena dipikirnya ini adalah pekerjaan lelaki. Anak-anaknya yang perempuan semua selama ini tidak dipersiapkan untuk meneruskan usaha beliau. Saya sendiri tak pernah terpikirkan dan membayangkan, kecuali menjalankan apa yang ayah saya kerjakan,” ujarnya, mengurai kisahnya di dunia pelayaran.
Di bisnis ini, Carmelita mengaku belum dapat sehebat ayahnya, tetapi dirinya meyakini pencapaiannya sudah mendekati apa yang dirintis sang ayah, Hartoto Hardikusumo alm. ”[Awalnya] kami mematangkan rencana kelanjutan bisnis, karena sudah generasi kedua. Namun karena perbedaan visi dan misi, akhirnya kami sepakati pemisahan usaha [dengan keluarga partner] dan akhirnya hanya keluarga saja yang menangani.”
Pascarestrukturisasi dan pemisahan bisnis dengan mitra usaha ayahnya pada 2000-an itu membuat armada kapal di Andhika Lines kemudian menyusut.
Di sisi lain, Carmelita yang disepakati meneruskan usaha ayahnya memutuskan untuk memajukan usaha secara profesional berpengalaman seperti yang diharapkan sang ayah, sehingga sebagian anggota keluarga menjadi komisaris, kecuali dirinya di jajaran eksekutif.
Kiprahnya di bisnis ini selanjutnya bukan berarti tanpa proses panjang. Dirinya pun harus mempelajari semua aspek pelayanan di dunia pelayaran.
”Setelah meneruskan usaha masing-masing, kami bergabung dengan salah satu partner dan nama usaha tetap kami keep Andika Lines. Di logistik, kami juga punya beberapa tim direksi yaitu direksi dan komisaris yang loyal terhadap perusahaan sehingga mereka membantu dalam pengembangan usaha kami,” tuturnya.
AWAL KARIR
Dalam awal perjalanan bisnis, dia mengaku sempat sedih saat berkunjung ke India ada yang bertanya mengenai jumlah armada kapal yang dimiliki grupnya. Namun kini dia boleh bangga, dengan jumlah armada yang ada bisnisnya mampu melayani kepentingan yang lebih besar.
”Kini volume kapalnya lebih besar, kapal-kapal yang dulu kan lebih ke general cargo dan tanker, sekarang kami punya yang bulk, dengan kapasitas volumenya yang lebih besar, meski jumlah kapalnya lebih kecil jika dibandingkan dengan zaman ayah saya.”
Dalam hal organisasi, dirinya pun mengaku banyak didukung teman-temannya serta dukungan ketua INSA sebelumnya yang juga pernah menggantikan posisi ayahnya.
”Mereka yang mendorong saya, meminta saya ikut organisasi setelah itu saya jadi bendahara [di INSA, hingga akhirnya menjadi Ketua untuk periode 2011-2015]. Kebetulan teman-teman ayah di Kadin juga mengajak saya masuk, ditariklah saya sebagai ketua komisi tetap perhubungan laut, dan saat ini saya menjadi wakil ketua umum Kadin bagian logistik,” kisahnya bergabung dengan organisasi.
Bagi Carmelita, masa-masa terberat dalam perjalanan bisnisnya adalah saat hubungan dengan bank-bank tidak sebaik saat pada zaman ayahnya. Saat itu dunia pelayaran masih didukung bank-bank, namun kemudian pada 1989 ada tendensi bank-bank melihat pelayaran sebagai bisnis yang kurang seksi dan berisiko tinggi.
”Jadi dengan masalah yang kami hadapi, saat itu yang biasanya pembiayaan dari luar negeri, kami harus juga mulai lagi membangun kepercayaan juga dengan para customer. Sebagian ada yang sudah terbiasa dengan cara kami bekerja dan merasa nyaman, bahkan ada yang bantu kami untuk bangkit lagi, demikian juga dengan partner yang ingin bergabung meneruskan bisnis keagenan dengan kami.”
Kesan-kesan lain selama berbisnis keagenan kapal berstandar internasional, adalah saat membeli kapal, sebut saja 35.000 gross ton [GT] bulk carrier hingga 13.000 GT tanker minyak dan kapal-kapal lainnya. Bisnisnya pun berkembang dengan tawaran kerja sama proyek. Bahkan grup usaha ini pun meraih kepercayaan pemerintah Kanada.
Menurutnya, pada saat-saat tertentu dirinya pun pernah dihadapkan pada keputusan yang sulit, tapi lama-lama terbiasa. ”Biasanya cara saya adalah mempelajarinya dengan tenang, mencoba berkomunikasi dengan yang lain, dan duduk bersama memecahkan masalah,”
kiatnya.
Di bisnis pelayaran, ungkap Carmelita, juga sarat dengan transfer of knowledge.,sebagaimana ketika dirinya dulu. ”Ada senior yang mengajarkan kami bagaimana dari awal, masuk ke anak usaha dulu untuk mengetahui sistem kerja, lalu belajar lebih detail mencakup pergudangan, logistik, supply chain. Jadi banyak ya, saya ada list-nya.”
Adapun dalam memimpin, Carmelita cenderung memilih budaya kekeluargaan untuk menjaga hubungan antara direksi dengan para staf dan tim operasional.
”Tentu ada kelebihan dan kurangnya, di satu sisi tentunya rasa saling memiliki semakin besar, teman-teman merasa ini rumah mereka juga. Jika merasa milik mereka, mereka akan membangun,” tuturnya.
Dirinya berharap dengan budaya itu penyelesaian masalah juga dapat lebih mudah. Dia juga mengaku bangga pada sebagian stafnya yang dapat maju dan berprestasi. ”Perlunya kami membangun kekeluargaan a.l. untuk meyakinkan karyawan mengikuti training agar mereka mau meng-upgradekemampuan mereka sendiri.”
Dia memberikan contoh di terminal peti kemas, grupnya mempunyai tim spesialis khusus untuk mengangkat pulp. ”Kami punya cara angkat sendiri, punya alat sendiri dan mendesain sendiri. Kami latih khusus karyawan kami supaya memiliki kapabilitas dari yang lain. Nah itu yang harus kami persuade ke mereka.”
Di luar aktivitas bisnis, Carmelita juga berkonsentrasi dengan kepentingan organisasi. Sebut saja isu-isu yang menyangkut kebijakan pemerintah yang kadang kala terkesan membingungkan. Sementara itu, industri membutuhkan kepastian usaha.
”Ke depan harapan kami pelaku industri [dan pemerintah] dapat menjalankan Undang-Undang Pelayaran dengan optimal terlebih dulu, kami juga mengharapkan keberpihakan pemerintah terhadap pengusaha nasional menghadapi integrasi ekonomi Asean 2015,” katanya.
Sejauh ini, dia mencermati masih terjadinya ketidaksetaraan kekuatan pelayaran nasional dengan negara tetangga, dan juga persoalan infrastruktur yang masih membutuhkan waktu. (Roni Yunianto, Hendra Wibawa)