JAKARTA: Lisensi modern ditengarai menjadi kunci untuk mencapai pertumbuhan penetrasi broadband di Indonesia mencapai 30% pada 2015, menyusul terjadinya konvergensi layanan yang membutuhkan bandwitdh besar.VP Intercarrier & Enterprise Bakrie Telecom Hery Nugroho mengatakan era konvergensi menuntut lisensi yang berbeda, mengingat perkembangan tersebut merupakan penggabungan antarplatform yang tidak bisa dipisah satu dengan lainnya.Penggabungan antarplatform tersebut selanjutnya telah memicu tingginya penyediaan kapasitas yang besar melalui broadband, mengingat kebutuhan bandwitdh yang besar dalam distribusi layanan kepada pelanggan.Menurut dia, kebutuhan terhadap lisensi yang berbeda tersebut antara lain adalah untuk menjawab kompetisi dan permintaan pasar, dengan tetap memberikan kewenangan pengendalian dari pihak regulator.Dalam hal ini, lisensi cenderung dibagi dua yaitu untuk penyelenggara jasa dan penyelenggara jaringan, di mana selanjutnya penyelenggara jaringan juga berperan sebagai penyelenggara jasa sebagai langkah untuk memenagkan persaingan.Bahkan, saat ini telah terjadi lompatan teknologi dengan terus berkembangnya fiber optik dan chipset yang menjadi infrastruktur sangat penting, di mana memiliki kemampuan untuk menampung kapasitas yang jauh lebih besar."Perkembangan teknologi dan layanan dalam masyarakat menyebabkan skema lisensi yang ada saat ini sudah kedodoran.Dibutuhkan modern licensing untuk mengakomodir semua perkembangan yang terjadi," ujarnya dalam diskusi Penguatan Modern Licensing Dalam Kerangka Pencapaian Broadband 2015, yang diselenggarakan Indonesia Telecommunications User Group (IDTUG) hari ini.Hery menyatakan elemen kunci dari modern licensing antara lain adalah regulatory fleksibility untuk dapat mengakomodir perubahan yang terjadi dalam industri, serta neutrality baik dari sisi network maupun teknologi.Elemen kunci lainnya juga meliputi licensing, di mana dalam pemberian lisensi diimbau untuk lebih simple dan efisien, serta kerja sama antara pemerintah dan pelaku industri yang harus ditingkatkan untuk mendorong terjadinya kesamaan pandangan."Baik pemerintah [Kemenkominfo] maupun BRTI saat ini terlihat sudah mengupayakan berbagai elemen kunci tersebut untuk mengakomodir perkembangan, meski sangat sulit. tetapi ini harus dilakukan untuk mencapai target penetrasi broadband," jelasnya.Vice Chairman of ICT IDTUG Yohanes Sumaryo menuturkan modern licensing adalah bentuk baru dari lisensi, di mana telah mengalami pergeseran pada jaringan infrastruktur dan suprastruktur sampai ke tingkat yang sesuai cakupan.Modern licensing tersebut ditujukan untuk memenuhi target koneksi internet di semua sekolah dan institusi pemerintahan, serta akses internet kepada 50% penduduk, atau 125 juta orang, dari proyeksi sampai 2015 mencapai 250 juta.Data IDTUG mencatat kondisi telekomunikasi selular telah menjangkau hampir semua kota kecamatan di Indonesia dengan penetrasi 90% penduduk, tetapi masih banyak wilayah yang belum terjangkau, atau baru dilayani 1 atau 2 operator, sehingga pengguna tidak memiliki pilihan.Di sisi lain, layanan telekomunikasi selular dengan lisensi nasional yang telah diberikan kepada 11 operator, kenyataannya hanya 3 operator yang memiliki penetrasi pasar sampai 93%.Dalam hal ini, terdapat alokasi frekuensi yang sangat tidak berimbang, di mana terjadi pemborosan sumber daya spektrum yang luar biasa, misalnya Telkomsel yang harus melayani 2,4 juta pelanggan tiap 1 MHz, XL melayani 1,65 juta pelanggan tiap 1 MHz, Indosat 1,2 juta pelanggan tiap 1 MHz, sedangkan operator kecil hanya 300.000-800.000 pelanggan tiap 1 MHz.Jaringan telekomunikasi selular sebagai satu channel penyelenggara broadband wireless access perlu diperkuat dengan sumberdaya yang memadai, di mana perlu diberikan tambahan kepada operator yang dianggap mampu untuk mencapai target broadband 2015."Pemerintah perlu melakukan evaluasi penggelaran layanan setiap operator, di mana frekuensi yang tidak terpakai bisa ditarik kembali. Selain itu perlu segera diterapkan teknologi entral untuk menyiasati kebutuhan peningkatan kapasitas dengan adopsi teknologi baru yang lebih efisien," terangnya. (sut)