Bisnis.com, JAKARTA — Kehadiran infrastruktur digital yang dibangun sejak 10 tahun lalu mulai membuahkan hasil berupa peningkatan daya saing masyarakat di wilayah Indonesia Timur, termasuk Papua. Presiden Prabowo Subianto diminta untuk melanjutkan program yang dinilai cukup berhasil itu.
Provinsi di kawasan Papua, Papua Barat, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan mencatat lonjakan signifikan dalam daya saing digital berdasarkan laporan East Ventures Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2025. Hadirnya infrastruktur 4G menjadi salah satu pendorong.
Data terbaru menunjukkan bahwa wilayah-wilayah ini mulai mengejar ketertinggalan dan mempersempit kesenjangan digital dengan provinsi-provinsi utama di Indonesia.
Papua menjadi sorotan utama dengan kenaikan skor EV-DCI dari 30,8 pada tahun 2024 menjadi 38,6 pada 2025.
Kenaikan ini membawa Papua naik 14 peringkat, dari posisi ke-34 ke posisi ke-20 dari 38 provinsi—menjadikannya provinsi dengan lonjakan peringkat tertinggi secara nasional.
Dengan peningkatan positif tersebut, Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Sigit Puspito Wigati Jarot menilai daya saing digital di daerah terdepan, tertinggal, terluar (3T) yang meningkat berkat penetrasi 4G benar-benar dirasakan di lapangan.
Sebab, tambahnya, infrastruktur jaringan 4G atau 5G merupakan fondasi sekaligus enabler yang sangat penting di era digital, sehingga perluasan infrastruktur jaringan harus dilanjutkan dengan pemanfaatan dan pemberdayaan.
“Perluasan infrastruktur jaringan, harus dilanjutkan dengan pemanfaatan dan pemberdayaannya, sehingga perbaikan cakupan jaringan harus dirasakan dalam kehidupan nyata. Dampaknya juga nyata selain perbaikan secara angka statistik,” kata Sigit kepada Bisnis, Jumat (30/5/2025).
Misalnya, dari perspektif masyarakat. Sigit menyorot generasi muda di daerah 3T yang dipandang tidak hanya merasakan dampak peningkatan kecepatan internet. Melainkan juga kesempatan dan peluang dari aktivitas digital lancar, berkualitas, produktif, serta inovatif.
Dia menambahkan, hal ini berpotensi memberi jalan serta menciptakan permintaan terhadap kualitas broadband yang lebih baik. Setelah 4G, sambungnya, akan muncul perubahan pola pikir adopsi teknologi 5G atau yang lebih maju.
“Semula sebagian mungkin masih skeptis, buat apa kecepatan tinggi teknologi tinggi? Namun ke depan, harapannya makin terbuka dengan kualitas jaringan yang lebih mendukung untuk transformasi digital,” kata Sigit.
Lebih jauh, dia menjelaskan bahwa Indonesia masih banyak tertinggal dalam hal peningkatan kolaborasi sebagai salah satu ciri-ciri era digital.
Masyarakat pengguna – termasuk di daerah 3T – tidak bisa dilihat sebagai objek atau bahkan beban pembangunan. Melainkan juga sebagai komponen penting dalam ekosistem digital sehingga perlu diharapkan lebih kolaboratif dan terus dilibatkan dengan berbagai program stakeholder engagement.