Bisnis.com, JAKARTA — Raksasa teknologi, Microsoft akan menggelontorkan investasi jumbo senilai 4 miliar euro (US$4,31 miliar) atau sekitar Rp69,43 triliun (kurs Rp16.109 per dolar AS) di Prancis atau 2,5 kali lebih besar dibandingkan di Indonesia.
Nilai investasi ini lebih tinggi dibandingkan di Indonesia yang hanya US$1,7 miliar atau sekitar Rp27,6 triliun selama empat tahun untuk mendukung infrastruktur cloud dan AI.
Dilansir dari Reuters, Senin (13/5/2024), Wakil Ktua dan Presiden Brad Smith menyampaikan bahwa kucuran investasi Microsoft di Prancis itu sebagai bagian dari pertemuan bisnis tahunan 'Choose France'. Hal itu disampaikan Smith kepada surat kabar Le Figaro.
Smith mengatakan bahwa sebagian besar dari uang investasi ini akan difokuskan pada AI. Adapun, Microsoft akan mendirikan pusat data di kota Prancis, Mulhouse.
Sebelumnya, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria menyatakan bahwa nilai investasi yang digelontorkan Microsoft di Indonesia sangat bergantung pada seberapa jauh adopsi AI yang digunakan. Nezar mengaku bahwa adopsi AI di Tanah Air masih dalam tahap awal.
“Itu kan tergantung dari level adopsi Artificial Intelligence di industrinya. Mungkin kalau di tempat lain, di sejumlah negara tetangga kita adopsinya [AI] mungkin lebih lebih intens, dan kita kan memang baru real stage,” ujar Nezar saat ditemui di Jakarta, Senin (6/5/2024).
Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital dan Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai rendahnya kucuran investasi yang diterima Indonesia dari Microsoft salah satunya disebabkan oleh ekosistem.
“Ekosistem di Malaysia sudah lebih lengkap, di sana ada Silicon Malaysia. Kita kan ada Bukit yang nggak jadi-jadi. Jadi dari segi ekosistem itu sudah kelihatan Malayasia lebih siap dibandingkan kita,” ujar Huda.
Menurut Huda, ekosistem Indonesia belum siap. Hal ini terlihat dari tingkat ekspor Malaysia berupa produk high technolgy manufaktur yang bisa mencapai 50% dari total ekspor Negeri Jiran.
“Sedangkan Indonesia hanya 7%. Itu menjelaskan manufaktur kita tertinggal, Malaysia sudah memulai proyek untuk membuat chips, kita enggak. Kita jauh tertinggal,” pungkasnya.