Bisnsi.com, JAKARTA - PT Indosat Tbk. (ISAT) menyampaikan keterbatasan kasus pemanfaatan (use case) 5G menjadi tantangan bagi perusahaan untuk mendorong penetrasi teknologi baru tersebut.
Diketahui, Indosat mengoperasikan 90 base transceiver station (BTS) pada 2023. Jumlah tersebut stagnan jika dibandingkan dengan 2022.
Chief Technology Officer Indosat Desmond Cheung mengatakan perusahaan membutuhkan lebih banyak dukungan pemerintah dalam mendorong 5G, termasuk perihal lisensi dan ketersediaan spektum frekuensi.
Selain itu, perusahaan juga melihat pada ketersediaan kasus pemanfaatan dan kebutuhan pasar. Menurut Desmond, pasar Indonesia masih lebih membutuhkan 4G untuk saat ini.
“Kami melihat kepada permintaan pasar,4G atau 5G, apa pun yanf dibutuhkan pelanggan kami. Beberapa pelanggan senang dengan jaringan 4G . Industri 4.0 butuh latensi, dan yag terpenting adalah use case, kami bekerja sama dengan berbagai mitra menciptakan jaringan 5G,” kata Desmond kepada Bisnis, beberapa waktu lalu.
Kemenkominfo menyebut progres lelang spektrum frekuensi 700 MHz dan 26 GHz masih berkutat pada pembahasan insentif di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Tambahan spektrum tersebut dapat digunakan untuk mengoptimalkan 4G dan 5G.
Sebagai informasi, RPM Kemenkominfo akan mengatur lima hal utama. Pertama adalah penetapan penggunaan pita frekuensi radio 700 Mhz dengan rentang 703-748 MHz yang berpasangan dengan 758-803 MHz. Kemudian untuk pita frekuensi 26 GHz dengan rentang 24,25-25,85 GHz.
Desmond menjelaskan bahwa secara perangkat dan infrastruktur perusahaan telah siap untuk mendorong 5G.
SVP-Head of Corporate Communications Indosat Ooredoo Hutchison Steve Saerang mengatakan perusahaan senantiasa mendukung mendukung pemerintah dalam menggelar 5G, terlebih jika ada kemudahan investasi.
Perusahaan berusaha dalam melahirkan lebih banyak use case 5G untuk masyarakat. Saat ini 5G Indosat telah masuk ke pasar industri.
Sebelumnya, jumlah pengguna internet fixed wireless access (FWA) 5G global diperkirakan naik 3 kali lipat menjadi 330 juta orang pada 2029, dengan potensi pendapatan tahunan perusahaan penyedia layanan US$75 miliar.
Laporan ConsumerLab Ericsson terbaru menyebutkan besarnya potensi FWA digandrungi sebagian besar pengguna internet didukung oleh beberapa faktor seperti fleksibilitas, penyesuaian, dan kemudahan instalasi dibandingkan dengan fiber optik.
Studi yang mencakup 19 negara, 370 juta rumah tangga, dan mewakili 1,2 miliar penduduk global itu menunjukkan adanya kepuasan lebih dari rumah tangga pengguna FWA 5G dibandingkan dengan pelanggan fiber optik dalam hal pengalaman layanan.
Pengalaman layanan yang dimaksud mulai dari waktu pengiriman, ketentuan kontrak, kualitas peralatan, sampai dengan level biaya.
Saat ini, kata Head of Fixed Wireless Access, Ericsson Networks John Yazlle, 7 dari 10 rumah tangga di dunia pengguna FWA 5G memilih teknologi ini sebagai pengganti tetap untuk konektivitas yang digunakan sebelumnya.
“Saat ini, FWA merupakan kasus penggunaan 5G terbesar setelah mobile broadband dengan koneksi di seluruh dunia diperkirakan akan tumbuh hampir 3 kali lipat menjadi 330 juta pada akhir 2029,” kata Yazlle dalam keterangan resmi, Selasa (2/4/2024).