Bisnis.com, JAKARTA - Aplikasi media sosial berbasis video pendek format vertikal milik ByteDance Ltd, TikTok, resmi berinvestasi di Tokopedia, platform e-commerce milik PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) setelah pemerintah menutup layanan TikTok Shop Indonesia.
Kedua pihak menyebutkan bahwa kesepakatan strategis ini akan memperkuat pertumbuhan ekonomi digital Indonesia dengan fokus pada pemberdayaan serta perluasan pasar bagi pelaku UMKM nasional.
Dengan demikian, TikTok Shop akan beroperasi di Indonesia melalui PT Tokopedia, di mana TikTok akan menjadi pemegang saham pengendali.
TikTok akan menginvestasikan lebih dari US$ 1,5 miliar atau setara dengan Rp 23 triliun (asumsi kurs Rp 15.500/US$), sebagai komitmen jangka panjang mendukung operasional Tokopedia, tanpa menyebabkan dilusi lebih lanjut pada kepemilikan GoTo pada Tokopedia.
Stephanie Susilo, Executive Director of TikTok E-Commerce Indonesia, menjelaskan, kombinasi dengan Tokopedia mengawali babak baru komitmen jangka panjang perusahaan untuk berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Kami memiliki tujuan yang sama untuk mendukung konsumen dan UMKM Indonesia; dan GoTo, sebagai juara nasional, adalah mitra yang paling ideal untuk mencapai misi bersama dalam memberdayakan dan mendukung kemajuan bisnis lokal," kata Stephanie, dalam keterangan yang diberikan ke Bisnis.
Sebelumnya TikTok Shop Indonesia resmi ditutup oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag), sejak Rabu 4 Oktober 2023 seiring dengan adanya larangan social commerce menjalankan bisnis seperti e-commerce.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan juga sudah memberikan ‘lampu hijau’ bagi TikTok untuk bekerjasama dengan mitra lokal. “Boleh [gandeng GOTO]. Jadi kalau kerja sama, sama lokal," kata Mendag kepada awak media saat ditemui di acara Peluncuran Buku Putih Strategi Nasional Pengembangan Ekonomi Digital Indonesia 2030, di Jakarta, Rabu (6/12/2023).
Sebagai informasi, TikTok memiliki lisensi penyelenggara sistem elektronik (PSE) atau media sosial dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan lisensi social commerce dari Kemendag.
“Kami telah memperoleh Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing Bidang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (SIUP3A Bidang PMSE) dari Kementerian Perdagangan, sebagaimana dimandatkan dalam peraturan perundang-undangan,” tulis perwakilan TikTok dalam siaran persnya Oktober lalu.
Maka dengan lisensi yang ada saat ini dan kolaborasi bisnis dengan Tokopedia, yang sudah memiliki lisensi marketplace, maka TikTok bisa melengkapi lisensi social commerce-nya (hanya bisa menawarkan dagangan) dengan lisensi e-commerce Tokopedia sehingga transaksi bisa dilakukan di platform Tokopedia.
Guna mengatur hal ini, sebetulnya pemerintah melalui Kemendag sudah mengesahkan Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), yang diteken 25 September 2023.
Regulasi anyar ini salah satunya mengatur tentang pemisahan bisnis antara media sosial dan e-commerce atau social commerce.
Dalam Pasal 42 Permendag itu, disebutkan bahwa Menteri Perdagangan berwenang melakukan pembinaan terhadap PMSE, termasuk berlaku bagi TikTok dan Tokopedia.
Sesuai dengan Pasal 43 Permendag tersebut, Mendag di antaranya dapat melakukan pembinaan agar kolaborasi TikTok dan Tokopedia mampu meningkatkan daya saing pelaku usaha dalam negeri dalam PMSE, memfasilitasi peningkatan daya saing produk dalam negeri dalam PMSE, dan memfasilitasi promosi produk dalam negeri untuk pasar dalam negeri dan ekspor.
Selain itu, cara lain ialah mempromosikan dan mendorong penggunaan PMSE, meningkatkan keuangan inklusif masyarakat dengan PMSE, menyediakan pangkalan data pelaku usaha dan produk dalam negeri, dan mengupayakan pemberian fasilitasi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam kesempatan sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki menjelaskan bahwa revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 menjadi Permendag 31/2023 setidaknya bisa memperbaiki kelemahan Indonesia dalam hal e-commerce dan ekonomi digital.
Regulasi tersebut memuat ketentuan yang tidak memperbolehkan adanya penyatuan platform media sosial dan e-dagang dalam satu platform, dengan kata lain tidak boleh platform menjual produknya sendiri (Pasal 21 Permendag), kecuali melakukan agregasi dengan UMKM dan tetap mencantumkan produsennya.