Akademisi Sebut RI Sulit Tiru China, Internet 1,2 Tbps Terhambat Biaya

Crysania Suhartanto
Senin, 20 November 2023 | 16:47 WIB
Ilustrasi jaringan internet 3G, 4G, dan 5G/freepik
Ilustrasi jaringan internet 3G, 4G, dan 5G/freepik
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Akademisi menilai penerapan jaringan internet berkecepatan 1,2 TB/detik di Indonesia sulit terealisasi, mengingat besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Indonesia akan sulit meniru apa yang terjadi di China.  

Ketua Pusat Studi Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia ITB Ian Yosef Matheus Edward mengatakan saat ini proses fiberisasi atau penggantian kabel tembaga menjadi serat optik baru di Indonesia masih rendah sekitar 4%-6% dari target. 

Rendahnya pencapaian tersebut akibat harga penggantian kabel yang sangat mahal. Biaya yang ditanggung perusahaan telekomunikasi akan makin besar seandainya didorong untuk menerapkan jaringan infrastruktur 1,2 Tbps seperti yang diterapkan di China. 

Pembuatan jaringan internet yang lebih cepat akan menaikkan biaya pembangunan hingga 20%-40%, sehingga akan menimbulkan pengeluaran baru dari sisi industri operator.

“Teknologi baru biasanya masih mahal,” ujar Ian kepada Bisnis, Senin (20/11/2023).

Sebagai informasi, beberapa tahun lalu saat industri telekomunikasi berada pada masa keemasannya, pendapatan mereka bisa mencapai dua digit. Namun, saat ini pertumbuhan industri telekomunikasi infrastruktur hanya sebesar 1 digit.

Di tengah kondisi industri yang melemah, operator dibebankan beraneka macam biaya layanan, mulai dari Biaya Hak Penggunaan (BHP) USO, BHP frekuensi, BHP telekomunikasi, dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). 

Selain itu, industri juga diminta untuk menggelar layanan 5G dan membawa sinyal ke daerah-daerah di seluruh Indonesia. 

Oleh karena itu, Ian meminta pemerintah memberikan insentif secara regulasi agar akses permasalahan biaya dapat terselesaikan dan penyebaran internet lebih merata di seluruh wilayah Indonesia. 

“Insentif yang diberikan ke operator, untuk pembangunan (misal dari USO ataupun mengalihkan biaya regulasi seperti pajak ataupun PNBP untuk biaya modal pembangunan),” ujar Ian. 

Menurut Ian, jika ada insentif untuk industri, perusahaan operator dapat membangun suatu akses internet yang bersifat terbuka dan menyambung ke seluruh lokasi di Indonesia atau tulang punggung komunikasi (backbone). 

Ian mengatakan hal ini tentu harus dibicarakan dengan baik dengan melibatkan banyak pihak agar pembuatan backbone dapat terwujud dengan baik. 

Diketahui, Indonesia sebenarnya sudah memiliki dua jaringan backbone yang melintas di kawasan selatan dan utara Indonesia. Jaringan inilah yang menjadi penghubung antara Indonesia bagian barat, tengah, dan timur untuk kebutuhan telekomunikasi dan transmisi data.

Namun, kecepatan internet di Indonesia pada September 2023 hanya 23,98 mbps. Kecepatan internet inipun membawa Indonesia berada di peringkat 98 di dunia. Padahal, kecepatan internet secara global sedang mengalami tren peningkatan. 

Adapun baru-baru ini, produsen teknologi China, Huawei bahkan meluncurkan tulang punggung jaringan internet yang disebut tercepat di dunia, yakni sekitar 1,2 TB/detik, kecepatan ini dapat mentransfer 150 film dalam satu detik. 

Namun, memang Ian mengatakan kecepatan internet di Indonesia tidak dapat dibandingkan dengan negara-negara lain, karena geografis Indonesia yang mayoritas merupakan kepulauan. 

“Susah, Indonesia negara kepulauan kalau dibanding Singapura, tidak bisa,” ujar Ian. 

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper