Bisnis.com, JAKARTA - Dana Pendidikan Kelompok Riset Kepentingan Publik AS (PIRG) menemukan laptop Chromebook yang memiliki harga murah nyatanya memiliki banyak sekali kekurangan.
Temuan ini dimulai pada awal 2020, ketika pandemi Covid-19 mendorong pembelajaran jarak jauh, cukup banyak institusi pendidikan yang mengalokasikan dana untuk laptop Chromebook, lantaran dianggap memiliki harga yang terjangkau untuk memfasilitasi proses belajar mengajar peserta didiknya.
Sayangnya, tiga tahun setelah sejumlah institusi memilih Chromebook sebagai perangkat teknologi untuk siswa, Dana Pendidikan Kelompok Riset Kepentingan Publik AS menemukan banyak dari perangkat ini sudah mulai rusak.
Pembelian Chromebook juga dianggap merugikan dana daerah, karena menelan banyak biaya.
Kondisinya yang sulit diperbaiki, memaksa sekolah untuk membeli lebih banyak Chromebook untuk menggantikan yang rusak, yang akhirnya menghabiskan lebih banyak uang dari yang seharusnya diperlukan jika Chromebook memiliki masa pakai yang lebih lama.
PIRG menemukan suku cadang untuk perangkat ini sulit didapatkan, terutama untuk elemen seperti layar, engsel, dan keyboard yang rentan terhadap kerusakan akibat penggunaan di lingkungan sekolah.
Melalui laporan PIRG, hampir setengah dari papan ketik pengganti untuk Chromebook Acer sudah habis secara online dan lebih dari sepertiga harganya.
“Sebesar US$89,99 atau lebih, yang hampir setengah dari harga Chromebook biasa sebesar US$200," tulis laporan tersebut.
Akibatnya, beberapa departemen TI di sekolah terpaksa membeli sejumlah Chromebook tambahan hanya untuk komponen mereka, yang dapat meningkatkan biaya secara signifikan.
Berdasarkan laporan itu, PIRG pun menyarankan kepada pihak sekolah untuk mempertimbangkan kembali pengguna Chromebook.
“Ketika dilakukan perbandingan, nyatanya laptop Chromebook lebih sulit diperbaiki dibanding laptop Windows,” ungkap PIRG dalam laporannya.
Di sisi lain, PIRG pun menyoroti soal jaminan delapan tahun yang ditawarkan Google untuk pembaruan otomatis untuk Chromebook yang dimulai pada saat Google mensertifikasi Chromebook tersebut.
Menurut PIRG, layanan ini pada akhirnya akan merugikan sejumlah pihak. Hal tersebut lantaran penyaluran Chromebook sendiri di lingkungan sekolah memakan waktu yang lama. sehingga masa berlaku pembaruan otomatis dapat menjadi lebih pendek, yaitu sekitar empat hingga lima tahun lagi.
Tanggal kedaluwarsa yang pendek itu juga mempersulit sekolah untuk menjual kembali menjual kembali atau mendaur ulang perangkat bekas dengan biaya yang lebih rendah.
Sebagai jenis laptop yang menggunakan sistem operasi Chrome OS, yang dikembangkan oleh Google, PIRG merekomendasikan pihak Google untuk mengambil beberapa tindakan dalam memperpanjang masa pakai Chromebook dan mengurangi limbah elektronik.
Mulai dari, menghapus tanggal kedaluwarsa pembaruan otomatis, meningkatkan persediaan suku cadang pengganti, memperbaiki standarisasi komponen di seluruh model Chromebook, dan memudahkan pembatalan pendaftaran Chromebook dari manajemen jarak jauh.
Selain itu, PIRG memberi catatan bagi Google untuk memasang sistem operasi jarak jauh, seperti Linux, untuk meningkatkan nilai jual dan penggunaan kembali laptop selama bertahun-tahun.
Saat dimintai komentar, juru bicara Google Peter Du mengatakan sejak 2020, mereka telah meningkatkan jangka waktu pembaruan otomatis hingga delapan tahun, dari sebelumnya lima tahun pada 2016.
“Google memang terus berupaya untuk membangun perangkat yang dapat didaur ulang dan diperbaiki, dan menggunakan proses manufaktur yang mengurangi emisi untuk merancang perangkat tersebut,” jelasnya pada The Verge, Sabtu (29/4/2023).
Sebagai informasi, saat ini pembaruan perangkat lunak Chromebook dilakukan secara reguler setiap empat minggu untuk menambahkan fitur baru dan meningkatkan keamanan perangkat.
Namun, setiap perangkat keras tersebut memiliki batasan performa. Saat perangkat mencapai batas performanya, yaitu ketika perangkat tidak dapat lagi menangani pembaruan perangkat lunak terbaru, maka tidak lagi memungkinkan untuk memberikan pembaruan perangkat lunak tersebut.
Hal ini disebabkan oleh keterbatasan perangkat keras, seperti kapasitas penyimpanan atau kecepatan prosesor yang tidak cukup untuk menjalankan pembaruan terbaru.
Pembaruan perangkat lunak tidak lagi tersedia untuk perangkat tersebut dan pengguna mungkin perlu mengganti perangkat mereka dengan perangkat yang lebih baru untuk dapat terus menggunakan pembaruan perangkat lunak terbaru.