SVB Jadi Tumbal Agresifitas Suku Bunga The Fed, Startup Musti Waspada

Rinaldi Mohammad Azka
Senin, 20 Maret 2023 | 16:38 WIB
Pelanggan mengantre di luar cabang Silicon Valley Bank di Wellesley, Massachusetts, AS, 13 Maret 2023. REUTERS/Brian Snyder TPX IMAGES OF THE DAY
Pelanggan mengantre di luar cabang Silicon Valley Bank di Wellesley, Massachusetts, AS, 13 Maret 2023. REUTERS/Brian Snyder TPX IMAGES OF THE DAY
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Bangkrutnya Silicon Valley Bank (SVB) berdampak terhadap Indonesia terutama meningkatkan kekhawatiran investor lokal dan global dalam bisnis startup, perbankan, hingga pasar modal. Kesulitan ini bermula dari suku bunga The Fed yang terus naik dan turut bakal berdampak terhadap bisnis rintisan lokal.

Direktur  Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menerangkan situasi SVB ini mirip dengan dampak dotcom bubble. Dotcom bubble merupakan gelembung spekulasi yang terjadi antara 1998–2000 ketika bursa saham di negara-negara industri mengalami kenaikan nilai ekuitas secara tajam berkat pertumbuhan industri sektor Internet dan bidang-bidang yang terkait.

Menariknya, fenomena spekulasi kali ini melibatkan perbankan. "Dotcom bubble jilid kedua ini lebih melibatkan sektor keuangan. Dengan begitu, dampaknya lebih luas bagi sektor keuangan di Indonesia," jelasnya kepada Bisnis, Jumat (17/3/2023).

Pertama, dampak psikologis persepsi risiko naik, beberapa saham perbankan juga dijual. Masyarakat kekhawatiran situasi perbankan secara umum terpengaruh secara psikologis dan prospek dari adanya SVB.

Kedua, secara teknis, masih terlalu dini menyebut tidak ada dampak SVB terhadap bank nasional secara langsung. Alasannya, efek kenaikan suku bunga AS ternyata sudah menelan korban, kenaikan yang agresif juga perlu diwaspadai di perbankan Indonesia.

"Mulai dari perubahan net interest margin, pengaruhi laba ke depan, juga beberapa bank yang masuk terlalu homogen di aset digital. Ini peringatan bagi perbankan yang punya modal ventura, hati-hati dalam melakukan manajemen risiko, sehingga tidak mengalami nasib yang sama dengan bank yang gagal di AS dalam pendanaan startup," terangnya.

Selain itu, pelajaran penting OJK dan Bank Indonesia agar melakukan stress test, uji kekuatan dampak dari gagal bayar SVB, seperti pengaruhnya terhadap likuiditas, kecukupan permodalan, jalur risiko dari penyaluran kredit asing atau investasi asing di perbankan domestik.

Apalagi lanjutnya, dalam 5 tahun terakhir ini merger dan akuisisi bank-bank asing di indonesia cukup agresif. "Bank-bank asing yang akuisisi bank di Indonesia jadi anak usahanya ini cukup agresif, ini ada hubungan soal interkonektivitas dengan perbankan global. Ini yang perlu diwaspadai, harus ada stress test dan manajemen risiko diperkuat," paparnya.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menerangkan kasus SVB salah satu faktornya adalah kenaikan suku bunga The Fed yang sangat agresif dalam setahun terakhir.

Kenaikan suku bunga ini menjadikan investasi semakin menurun, salah satunya di sektor digital. Pada pandemi, investasi di sektor digital ini sangat besar, dan menjadikan sektor digital sebagai salah satu sektor potensial berinvestasi.

"Namun, ketika The Fed menaikkan, suku bunga langsung jatuh. Harga saham beberapa perusahaan teknologi anjlok. Mereka harus bertahan dengan melakukan efisiensi salah satunya melalui PHK," jelasnya.

Di sisi lain, lanjut Nailul, porsi investor asing dalam investasi digital secara nasional mencapai 80 persen akan membuat faktor suku bunga The Fed berpengaruh signifikan terhadap investasi di sektor digital nasional.

Dampaknya, perusahaan digital di Indonesia akan kekurangan pendanaan yang nantinya akan direspon dengan efisiensi karyawan atau PHK. Hal ini juga yang nampaknya akan terjadi pada 2023, saat The Fed masih juga enggan menghentikan kenaikan suku bunga acuan, apalagi menurunkannya.

"Jika sebuah startup mendapatkan pendanaan saya rasa bisa bangkit, tetapi memang tantangan masih besar. Masih sedikit yang berani berinvestasi di masa sekarang di saat tantangan ekonomi semakin berat. Maka mencari pendanaan domestik saya rasa ide yang bagus," urainya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper