Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) berencana mengatur penomoran untuk layanan fixed mobile convergence (FMC) atau konvergensi. Lantas apa itu layanan konvergensi dan apa dampaknya pengaturan nomor tersebut bagi pelanggan?
Layanan konvergensi adalah layanan internet bergerak (mobile) dan internet tetap (fixed broadband) yang dipadukan. Dengan layanan ini, masyarakat cukup membayar sekali untuk mendapat dua layanan sekaligus.
Sebagai contoh, pengguna membeli layanan XL Satu seharga Rp275.000. Biasanya dengan uang sebesar itu, masyarakat hanya dapat layanan internet rumah (fixed broadband) satu bulan.
Dengan hadirnya produk konvergensi, uang sebesar Rp275.000 yang dikeluarkan masyarakat, sudah termasuk biaya untuk layanan seluler di ponsel. Alhasil, di rumah mereka mendapat layanan internet rumah milik XL, ketika berada di luar rumah mereka masih terhubung dengan layanan XL juga.
Dalam praktiknya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) belum pernah mengatur mengenai produk seluler dan fixed broadband yang dijual sekaligus, termasuk dalam hal penomoran.
Kemenkominfo selaku regulator mengalokasikan nomor telepon kepada dua bagian. Nomor telepon dengan indikasi geografis (nomor mencirikan satu wilayah) yang dialokasikan ke layanan fixed broadband dan nomor nomaden yang dialokasikan kepada nomor bergerak (seluler). Belum ada regulasi yang mengatur mengenai operasional kedua nomor secara bersamaan.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan selama ini pengaturan penomoran FMC masih merujuk pada peraturan yang lama. Artinya layanan internet tetap masih mengikuti penomoran fixed broadband dan layanan seluler masih mengikuti penomoran seluler. Perlu ada peraturan yang mengatur penomoran tersebut.
Heru mengatakan industri telekomunikasi perlu memiliki regulasi baru yang mengatur produk-produk baru, termasuk FMC.
Sudah 24 tahun regulasi mengenai telekomunikasi tidak diperbaharui, padahal teknologi baru terus bermunculan. Misalnya, industri telekomunikasi yang awalnya berbasis sirkuit, beralih menjadi berbasis internet protocol (IP), termasuk FMC.
Dia mengatakan pengaturan penomoran memiliki manfaat dan mudarat yang perlu diperhatikan. Misal, jika nomornya disatukan akan sulit untuk menentukan sikap apakah nomor tersebut untuk mobile atau fixed.
“Sementara itu jika sistem penomoran baru, pengawasannya akan sulit dan perizinannya juga masuk kategori apa? karena saat ini masing-masing memiliki izin,” kata Heru kepada Bisnis.com, Senin (30/1/2023).
Adapun jika menggunakan penomoran lama, kata Heru, masyarakat tidak akan merasakan kemudahan karena terdapat dua nomor dalam satu produk.
Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward berpendapat penomoran perlu mengikuti standar Persatuan Telekomunikasi Internasional (International Telecommunication Union/ITU), baik fixed ataupun mobile, yang saat ini juga ada translasinya menuju all IP.
Untuk Indonesia, kata Ian, harus sudah memulai memetakan hal ini berkoordinasi dengan ITU. Adapun keuntungan dari penomoran all IP adalah interoperability/portability penomoran membuat interkoneksi lebih cepat (vendor neutral) dan makin baik dari sisi routing serta murah.
“Kekurangannya, harus mengupdate seluruh perangkat untuk penomoran, ada biaya tambahan baru dan tentu pembaruan dari sisi SDM mengenai penomoran baru,” kata Ian.