Hadapi Persaingan Tahun 2023, Mitratel Siapkan Langkah Strategis 

Leo Dwi Jatmiko
Senin, 19 Desember 2022 | 22:23 WIB
Foto udara salah satu Base Transceiver Station (BTS) PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. (MTEL) di kawasan Sobo, Ngada, Nusa Tenggara Timur, Selasa (1/11/2022). Site Management NTT Regional Bali Nusa PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Foto udara salah satu Base Transceiver Station (BTS) PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. (MTEL) di kawasan Sobo, Ngada, Nusa Tenggara Timur, Selasa (1/11/2022). Site Management NTT Regional Bali Nusa PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. berupaya untuk menjaga pertumbuhan bisnis tetap positif di tengah kondisi yang tidak menentu pada tahun depan. Perusahaan berkode saham MTEL tersebut memiliki tiga langkah strategis untuk tetap kompetitif di era yang sulit. 

Direktur Investasi Mitratel Hendra Purnama mengatakan untuk menghadapi 2023 yang diperkirakan cukup menantang, langkah strategi pertama Mitratel adalah dengan terus mengoptimalkan 35.000 menara yang dimiliki, yang tersebar di seluruh Indonesia. Banyaknya menara yang dimiliki itu, membuat cakupan layanan Mitratel sangat luas. 

Cakupan layanan yang luas merupakan salah satu keunggulan dalam bisnis menara, mengingat operator seluler berkomitmen untuk terus memperluas layanan yang mereka miliki, baik untuk memenuhi komitmen pembangunan atau pun untuk  meraup ceruk pasar baru. 

“Sebanyak 58 persen dari jumlah menara perseroan berada di luar Pulau Jawa, sehingga menjadi nilai tambah bagi Mobile Network Operator (MNO) yang ingin melakukan ekspansi khususnya ke luar Pulau Jawa,” kata  Hendra kepada Bisnis, Senin (19/12/2022). 

Tidak hanya itu, lanjutnya, Mitratel juga terus melakukan evolusi ke infrastruktur telekomunikasi terintegrasi dengan portofolio bisnis baru. Tahun ini, Mitratel telah memperkuat portofolionya melalui pembangunan serat optik dengan target pembangunan 9.000 km sampai akhir 2022. 

Setelah itu, kata Hendra, Mitratel menjajaki kurva bisnis ke-2 dengan memperluas kemampuan di area ekosistem menara dengan inisiatif baru seperti solusi infrastruktur edge, solusi kekuatan menara (power-to-tower), dan konektivitas satelit. 

Untuk diketahui, Edge Infrastructure adalah suatu fasilitas yang kecil, yang terletak dekat dengan populasi yang menjadi target layanan perusahaan telekomunikasi. Dengan memiliki fasilitas kecil yang dekat dengan target pasar, perusahaan telekomunikasi dapat menghadirkan layanan dengan latensi yang lebih rendah, sehingga pelanggan makin nyaman.

Adapun konektivitas satelit adalah infrastruktur yang telekomunikasi yang berfungsi untuk menangkap sinyal yang ‘ditembakan’ oleh satelit dari luar angkasa. Solusi ini dibutuhkan bagi perusahaan telekomunikasi yang ingin menghadirkan layanan di titik-titik pedalaman, yang tidak dapat dijangkau oleh serat optik, karena kondisi geografis yang menantang.

“Ketiga, perbaikan operasional perusahaan dengan program digitalisasi melalui implementasi IoT untuk mendukung proses perawatan (maintenance) menara dan juga peningkatan efisiensi,” kata Hendra.  

Lebih lanjut mengenai ancaman resesi global dan pelemahan rupiah yang diperkirakan terjadi pada tahun depan, ujar Hendra, beberapa perusahaan menara telekomunikasi besar di Indonesia memiliki nilai leverage yang tinggi sehingga mereka memiliki paparan yang cukup besar terhadap risiko kenaikan suku bunga. 

Selain itu pinjaman yang dilakukan oleh perusahaan tersebut sebagian dalam mata uang asing sehingga memiliki risiko terhadap nilai tukar mata uang asing. 

Berdasarkan informasi yang beredar, per semester I/2022, MTEL memiliki pinjaman sebesar Rp14,84 triliun, di mana seluruh pinjaman tersebut dalam bentuk mata uang rupiah. 

Di sisi lain, PT Sarana Menara Nusantara Tbk. (TOWR) memiliki pinjaman sebesar Rp35,30 triliun. Sebesar 11 persen dari pinjaman tersebut dalam bentuk mata uang asing. PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. memiliki pinjaman Rp2,4 triliun, sebanyak 97 persen dari total pinjaman dalam bentuk mata uang asing. 

“Mitratel resilien terhadap resiko tersebut. Mitratel memiliki leverage yang jauh lebih rendah dibandingkan para pesaingnya sehingga memiliki dampak yang relatif terbatas terhadap kenaikan suku bunga yang sedang berlangsung,” kata Hendra. 

Selain itu, lanjut Hendra, seluruh pinjaman yang ada di Mitratel seluruhnya dalam bentuk rupiah sehingga tidak ada risiko nilai tukar mata uang asing. 

Hingga kuartal III/2022, Mitratel mencatatkan kinerja cemerlang memiliki CAGR growth rev 14 persen dan tower growth sebesar 26 persen pada 5 tahun terakhir.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Editor : Thomas Mola
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper