Bisnis.com, JAKARTA - Aksi menjual kembali layanan internet yang kerap terjadi, terutama di era digitalisasi dinilai tidak melanggar aturan yang berlaku sepanjang pihak yang menjual tersebut merupakan reseller atau pengecer dari operator layanan resmi dan berizin.
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan semua layanan sesungguhnya harus berizin dalam memberikan layanan, misal internet dengan izin Internet Service Provider (ISP), seluler dengan izin bergerak seluler, dan lainnya.
"Menjual kembali layanan dibolehkan sepanjang merupakan reseller dari operator bersangkutan, dengan nama layanan yang sama. Atau bila menggunakan layanan dengan nama berbeda, maka harus memiliki izin sesuai layanan yang diberikan," kata Heru, Senin (11/4/2022).
Menurut dia, di era digitalisasi saat ini, kerja sama seluruh stakeholder sangat diperlukan mengingat layanan internet kian dibutuhkan. Bahkan, ketersediaan akses jaringan ini menjadi bagian hak dasar manusia untuk disediakan oleh negara.
"Saat ini Persatuan Telekomunikasi Internasional [International Telecommynication Union/ITU] menyebut akses internet adalah bagian dari Hak Asasi Manusia [HAM]," imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia ITB Ian Yosef M. Edward menyebut masih banyaknya masyarakat yang memerlukan layanan internet murah dengan bandwidth yang tidak terlalu besar, membuat praktik penjualan internet ilegal kerap terjadi.
Dengan begitu, dia berharap masyarakat terbuka dan mau membuat aduan bila mengetahui atau terlibat aksi ilegal tersebut, sehingga penindakannya dapat dilakukan dengan lebih cepat.
"Pelanggan perlu diberitahu bahwa menggunakan internet ilegal adalah pelanggaran hukum. Misalnya RT/RW Net, jika tidak memiliki izin sebagai ISP dan menarik pembayaran adalah pelanggaran terhadap Undang-undang yang berlaku," imbuhnya.
Di sisi lain, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan munculnya aksi penjualan jasa internet ilegal disebabkan adanya peluang menjual kembali layanan dengan membuat disparitas harga sesuai daya beli di masyarakat.
Direktur Pengendalian dan Informatika Ditjen PPI Kemenkominfo Gunawan Hutagalung mengatakan peluang untuk menjual kembali layanan internet atau reseller ini yang mendorong terjadinya pelanggaran tersebut.
"Sebenarnya sudah terdapat regulasi reseller. Namun dalam regulasi ini semua bisnis masih di dikendalikan penyelenggara jasa telekomunikasi, termasuk pricingnya," ujar Gunawan.
Menurutnya, upaya reseller ini sebenarnya bukan kegiatan yang melanggar aturan apabila mekanismenya sesuai dengan regulasi yang berlaku. Sebaliknya, bila penyelenggaran jaringan dan atau jasa dilakukan tanpa izin maka kegiatan ini dapat dikategorikan melanggar.
Skema reseller ini justru dinilai makin memudahkan masyarakat mendapatkan jaringan internet. Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhamad Arif menyebut pemerintah telah bekerja sama dengan seluruh anggotanya dalam upaya sosialisasi mengenai skema bisnis reseller tersebut.
"Regulasi jasa telekomunikasi yang terbaru sudah membuka peluang bisnis reseller termasuk untuk layanan internet sehingga reseller tidak perlu izin dan cukup mengadakan kerja sama dengan pemegang izin penyelenggara jasa," imbuh Arif.
Dengan skema ini, dia menegaskan bahwa reseller atau penyedia layanan eceran ini tidak dikenakan kewajiban membayar Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi, tetapi tetap menjadi kewajiban dari pemilik izin penyelenggara.
Skema pengecer ini, sambung dia, dibuka pemerintah untuk mendukung penyelenggara dalam memperluas area layanan.
"Saat ini syarat berlangganan internet sudah sangat mudah karena jumlah ISP terus bertambah setiap tahunnya. Dengan begitu, penting bagi masyarakat untuk menggunakan layanan resmi atau dari pengecer resmi yang bekerja sama dengan penyelenggara resmi dalam rangka menjamin jika pengecer melakukan wanprestasi maka penyelenggara resmi dapat mengenakan sanksi kepada pengecer," tuturnya.