PPKM Jadi Tantangan Operator Seluler Kembangkan Bisnis

Rahmi Yati
Kamis, 24 Februari 2022 | 19:41 WIB
Teknisi melakukan pengecekan pada salah satu base transceiver station (BTS) di Jakarta, Senin (27/1/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Teknisi melakukan pengecekan pada salah satu base transceiver station (BTS) di Jakarta, Senin (27/1/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (Atsi) mengungkapkan sejumlah tantangan yang dihadapi operator seluler dalam mengembangkan bisnis, salah satunya adalah adanya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

Direktur Eksekutif Atsi Syachrial Syarif mengatakan dengan perkembangan teknologi telekomunikasi saat ini, peluang pengembangan bisnis oleh operator semakin terbuka.

Menurutnya, operator bukan hanya dapat mengembangkan komunikasi antarmanusia tapi menyediakan layanan komunikasi antarperangkat atau machine to machine yakni potensi layanan lain seperti teknologi IoT.

"Di samping itu perkembangan teknologi juga telah mengubah kebutuhan komunikasi masyarakat dari suara menjadi komunikasi data. Merebaknya wabah Covid-19 yang kemudian berdampak pada ditetapkannya kebijakan PPKM tentu saja menjadikan layanan komunikasi internet sebagai fasilitas interaksi non fisik yang semakin dibutuhkan oleh masyarakat penggunanya," kata Syachrial, Kamis (24/2/2022).

Namun begitu, dia menilai PPKM juga menjadi salah satu tantangan terbesar dari upaya operator mengembangkan bisnisnya. Pasalnya, kebijakan PPKM berdampak pada berubahnya konsentrasi trafik yang semula terpusat pada area tertentu menjadi tersebar ke berbagai area perumahan.

Dengan begitu, sambungnya, perlu segera dilakukan penyesuaian konfigurasi jaringan dalam rangka meningkatkan kapasitasi di area-area konsentrasi trafik tersebut.

Lebih lanjut, Syachrial menuturkan, tantangan lain yang dihadapi oleh para penyelenggara saat ini adopsi teknologi terbaru 5G. Dalam rangka mengadopsi teknologi ini, dibutuhkan ketersediaan spektrum frekuensi yang memungkinkan tersedianya bandwidth yang cukup.

"Kemudian penetrasi infrastruktur fiber optik di Indonesia yang masih kecil dan belum merata. Adanya beban biaya regulasi atau regulatory charges yang cenderung terus meningkat," imbuhnya.

Tak berhenti di situ, dia menambahkan kehadiran penyelenggara layanan Over-The-Top (OTT) global juga merupakan kompetitor baru sehingga perlu diatur dengan jelas agar kesetaraan dalam peraturan (level playing field) antara penyelenggara telekomunikasi Indonesia dengan OTT global dapat seimbang.

"Dengan begitu, kompetisi yang sehat akan terwujud," tutur Syachrial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rahmi Yati
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper